JAKARTA, KOMPAS.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berencana akan menggelar unjuk rasa ke kantor Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Kamis (18/2/2021).
Unjuk rasa ini digelar guna menuntut pengusutan dugaan korupsi BPJS Ketenagakerjaan hingga tuntas.
"Dalam aksi nanti, kami meminta Kejaksaan Agung untuk terus melanjutkan penyelidikan terhadap dugaan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan," ujar Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Rabu (17/2/2021).
"Sekecil apa pun, kalau ada temuan, harus dibawa ke persidangan," kata dia.
Baca juga: Buntut Dugaan Korupsi, KSPI Demo 10 Kantor BPJS Ketenagakerjaan
Ia juga mendesak supaya penyidik Kejagung tak menghentikan pengusutan hanya karena embel-embel kalimat 'risiko bisnis'.
Mengingat, BPJS Ketenagakerjaan terus mengalami kerugian sejak tiga tahun belakangan ini.
Menurut dia, kerugian ini bukan sekadar karena salah kelola, melainkan juga karena kesalahan terus dibiarkan.
KSPI sendiri sudah mengirimkan surat ke Kejagung agar sungguh-sungguh dalam menangani kasus ini. Surat permintaan juga ditembuskan ke Presiden Joko Widodo.
"Kami percaya Presiden Jokowi akan memperhatikan dan mengambil tindakan terhadap indikasi korupsi di BPJS Ketenagakerjaan," kata Said.
Baca juga: Kerugian Negara Kasus BPJS Ketenagakerjaan Ditaksir Rp 20 Triliun, KSPI: Buruh Pasti Bereaksi
Selain itu, KSPI meminta pihak terkait memanggil para direksi dan lembaga investasi untuk menggali keterangan. Termasuk, mencekal para Direksi BPJS Ketenagakerjaan untuk tidak bepergian ke luar negeri.
"Kami juga meminta direksi untuk menghentikan dulu retorika tentang indikasi korupsi di BPJS Ketenagakerjaan, supaya tidak menjadi polemik yang semakin berkepanjangan," kata dia.
Dikutip dari Kompas.tv, Kejagung menaksir kerugian negara akibat dugaan korupi pengelolaan dana investasi BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp 20 triliun.
Baca juga: Kejagung Periksa 8 Saksi Terkait Dugaan Korupsi BPJS Ketenagakerjaan
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah menyebutkan, kerugian BPJS Ketenagakerjaan itu terjadi setidaknya dalam tiga tahun terakhir.
Febrie mempermasalahkan pengambilan keputusan BUMN itu mengelola dana nasabah.
"Kalau itu kerugian atas risiko bisnis, apakah analisanya sebodoh itu sampai menyebabkan kerugian Rp20 triliun?" kata Febrie di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (11/2).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.