Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebut Tak Ada Pasal Karet di UU ITE, Anggota Komisi I: Penegak Hukum Harus Terapkan dengan Hati Nurani

Kompas.com - 16/02/2021, 14:38 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I Fraksi PDI-P RI TB Hasanuddin menyebut, tidak ada pasal karet dalam Undang-undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Menurutnya, dua pasal kontroversial tersebut juga sudah diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk Judicial Review dan tidak ada masalah.

"Tak ada pasal karet, tapi bagaimana para penegak hukum memahaminya ditambah dengan menggunakan hati nurani. Dapat dibayangkan bagaimana negeri ini akan kacau kalau bila rakyatnya dibebaskan saling menghujat," kata Hasanuddin dalam keterangan tertulis, Selasa (16/2/2021).

Baca juga: PPP Sepakat UU ITE Perlu Direvisi, Pasal Pencemaran Nama Baik Jadi Sorotan

Ia mengatakan, dalam UU ITE memang ada dua pasal krusial yang sempat menjadi perdebatan. Adapun pasal yang dimaksud adalah Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2.

Hasanuddin menegaskan, UU ITE merupakan hasil revisi dengan memerhatikan masukan dari berbagai kalangan.

Ia memaparkan, Pasal 27 ayat 3 adalah pasal tentang penghinaan dan pencemaran nama baik. Dirinya mengakui bahwa pasal tersebut sempat didebatkan.

Kendati demikian, Hasanuddin menegaskan bahwa Pasal 27 tersebut sudah mengacu dan sesuai dengan Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Baca juga: Dukung Revisi UU ITE, Ketua Fraksi PAN Beri 2 Catatan

"Pasal 27 ayat 3 ini acuannya KUHP Pasal 310 dan 311 tentang pencemaran nama baik dan menista orang lain baik secara lisan maupun tulisan," jelasnya.

Kemudian, mengenai pasal 28 ayat 2 tentang menyiarkan kebencian pada orang atau kelompok berdasarkan pada Suku Agama Ras dan Antar Golongan (SARA).

Kedua pasal tersebut, lanjutnya, harus dipahami oleh para penegak hukum (gakkum) agar tak salah dalam penerapannya.

"Apalagi pasal 27 itu sifatnya delik aduan, mereka yang merasa dirugikan dapat melapor dan pelapornya harus yang bersangkutan, bukan orang lain," ungkap dia.

Baca juga: Ketua Baleg: Terbuka Peluang Revisi UU ITE Masuk Prolegnas Prioritas 2021

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa menerapkan pasal 27 ayat 3 harus dibedakan antara kritik terhadap siapapun dan ujaran kebencian dan penghinaan.

Gakkum, kata Hasanuddin, harus memahami betul perbedaan antara kritik dan ujaran kebencian serta penghinaan.

"Kalau dicampuradukkan antara kritik dan ujaran kebencian, maka saya rasa hukum di negara ini sudah tak sehat lagi," nilai dia.

Selain itu, ia juga menggarisbawahi penerapan pasal 28 ayat 2 UU ITE yang dinilai harus hati-hati dan selektif.

Baca juga: Wacana Revisi UU ITE, Pimpinan DPR: Kita Jenuh dengan Pasal Pencemaran Nama Baik dan Penghinaan

Hal ini menurutnya sangat penting untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berkarakter Bhinneka Tunggal Ika dan pluralisme.

"Multi tafsir atau penafsiran berbeda dapat diminimalisir dengan membuat pedoman tentang penafsiran hukum kedua pasal ini secara komprehensif," kata Hasanuddin.

Hasanuddin menegaskan, tetap mempersilakan apabila UU ITE harus direvisi misalnya dengan membuat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal.

"Kami di DPR terbuka, bila memang harus direvisi mari bersama kita revisi demi rasa keadilan dan demi tetap utuhnya NKRI," ungkapnya.

Diketahui, Presiden Jokowi akan meminta DPR menghapus pasal-pasal karet yang ada di UU ITE.

Baca juga: Dukung Revisi UU ITE, Fraksi Demokrat Sarankan Jokowi Segera Kirim Surpres

Sebab, menurut dia, pasal-pasal tersebut menjadi hulu dari persoalan hukum UU ITE.

"Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," ujar Jokowi saat memberikan arahan pada rapat pimpinan TNI-Polri di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/2/2021).

Beberapa tahun terakhir, UU ITE banyak digunakan oleh masyarakat sebagai rujukan hukum untuk membuat laporan ke pihak kepolisian.

Oleh karena itu, Jokowi meminta Kapolri memerintahkan jajarannya agar lebih selektif dalam menyikapi dan menerima laporan dugaan pelanggaran UU ITE.

Polri diminta untuk membuat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal dalam UU ITE.

Baca juga: YLBHI Harap Keinginan Jokowi Revisi UU ITE Bukan Retorika Politik

Kapolri juga diinstruksikan supaya meningkatkan pengawasan pelaksanaan UU tersebut secara lebih konsisten, akuntabel, dan berkeadilan.

"Hati-hati, pasal-pasal yang bisa menimbulkan multitafsir harus diterjemahkan secara hati-hati, penuh dengan kehati-hatian," kata Jokowi.

Jika hal itu tak dapat dipenuhi, ia akan meminta DPR untuk merevisi UU tersebut.

"Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi undang-undang ini, Undang-undang ITE ini," tegas Jokowi.

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com