Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat Nilai Pro Kontra Revisi UU Pemilu Sarat Kepentingan Politik

Kompas.com - 13/02/2021, 16:25 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik yang juga Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti menilai, hampir semua revisi undang-undang yang dilakukan DPR bermuatan kepentingan politik, termasuk dalam hal ini Revisi Undang-Undang (RUU) Pemilu.

"Apalagi kaitannya dengan UU yang mengatur hak hidup mereka. Mengatur kepentingan mereka sendiri dalam hal ini adalah UU Pemilu atau UU Pilkada. Pasti muatannya penuh dengan kepentingan politik," kata Ray dalam diskusi daring Vox Point Indonesia bertajuk "Akrobatik Parpol di Balik Revisi UU Pemilu" Sabtu (13/2/2021).

Ray melihat sikap fraksi partai politik yang menolak atau menunda pembahasan revisi UU Pemilu saat ini bermuatan kepentingan politik.

Baca juga: Perludem Sayangkan Jika DPR Tak Jadi Revisi UU Pemilu

Namun, di saat yang bersamaan, dirinya mengatakan bahwa fraksi yang mendukung pembahasan RUU Pemilu juga dalam rangka memperhitungkan kepentingan poliik.

"Jadi saya rasa keduanya memang dalam rangka memperhitungkan kepentingan politik mereka masing-masing," ujarnya.

Oleh karena itu, ia mengajak agar semua pihak dapat memahami RUU Pemilu di luar kepentingan partai politik.

Hal ini untuk menimbang apakah RUU Pemilu dan Pilkada tersebut sesuatu yang urgen atau tidak.

Ray menawarkan beberapa alasan untuk melihat situasi RUU Pemilu. Pertama, publik perlu memahami makna keserentakan pelaksanaan yang dipermasalahkan dalam RUU Pemilu.

Menurut dia, keputusan serentaknya Pemilu sudah diatur dalam Mahkamah Konstitusi (MK). Artinya, sudah ada dasar hukum yang menyatakan bahwa Pemilu dilaksanakan secara serentak.

"Pemilu dan amanah dari keputusan MK itu sudah kita lakukan dua kali yaitu pada saat Pilkada serentak 2017 dan kemarin Pilkada serentak 2020. Jadi artinya secara de facto, keputusan MK itu sudah kita laksanakan," jelasnya.

Namun, menurutnya yang akan menjadi masalah berikutnya yaitu memahami format penyelenggaraan Pemilu serentak.

Ia mempertanyakan, apakah format penyelenggaraan Pemilu akan dilaksanakan seperti Pemilu serentak sebelumnya.

"Atau ada pemikiran lain, yaitu misalnya memilih atau memilah apa yang disebut dengan Pemilu Nasional dan Pemilu lokal. Jadi pemilu nasional kita hanya memilih presiden, wakil presiden, anggota DPD, dan DPR jadi satu. Sementara pemilu lokal itu adalah memilih kepala daerah plus dengan anggota DPRD secara bersamaan," tuturnya.

Ray menambahkan, soal keserentakan pemilu di 2024 juga perlu dipertimbangkan mengenai efektivitas masa bakti para penyelenggara pemilu.

Pasalnya, meski dilakukan dalam waktu atau bulan yang berbeda, penyelenggara pemilu di 2024 hanya bekerja dalam waktu satu tahun.

Padahal, dalam aturan masa bakti penyelenggara pemilu berlaku selama lima tahun.

"Maka pertanyaannya, masihkah kita harus menciptakan institusi penyelenggara pemilu yg bermasa bakti sampai lima tahun? Untuk apa? lha wong kerjanya cuma setahun, setahun itu selesai lah, paling hebat itu," ujar 

Baca juga: Revisi UU Pemilu Dinilai Kerap Jadi Arena Pertarungan Parpol

"Nah itu juga perlu kita pikirkan. Jadi tiga atau empat tahun, asumsinya, KPU dari tingkat khususnya kabupaten kota sampai provinsi itu gak ada kerjaannya," jelas dia.

Bukan tanpa alasan, ia menilai hal ini berkaitan juga dengan besarnya honorarium yang tetap diterima para penyelenggara pemilu, meski kinerjanya tidak optimal lantaran hanya bekerja satu tahun.

"Sekian triliun rupiah untuk honorarium mereka saja, sementara pekerjaannya tidak terlalu signifikan lagi, bahkan boleh disebut tidak punya pekerjaan dalam 3 atau 4 tahun sisanya itu," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com