Di saat yang sama, lanjutnya, kualitas pemerintah dinilai rendah. Hal tersebut terlihat dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang rendah jika dibandingkan angka anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Lebih lanjut, Mardani melihat pengalaman buruk dalam penyelenggaraan pemilu serentak pada 2019 yang harus dibenahi.
Kala itu, kata dia, ada ratusan petugas penyelenggara pemilu ad hoc kehilangan nyawa karena kelelahan dalam melaksanakan lima pemilihan sekaligus.
"Plus ada banyak sekali kesusahan teknis ketika pileg, pilpres dan pilkada disatukan," imbuh Mardani.
Baca juga: KPU Usul Aturan Mengenai Sirekap Masuk ke Pembahasan RUU Pemilu
Kemudian, ia menilai bahwa jika pemilu dilakukan bersamaan dengan pilkada, maka perdebatan hanya akan didominasi pemilihan presiden dan wakil presiden.
Hal tersebut ia lihat dari pengalaman Pilpres 2019 yang mana perdebatan berkutat hanya pada sosok Joko Widodo dan Prabowo Subianto sebagai kontestan pilpres.
Padahal, ia mengatakan ada enam pemilihan lainnya yang juga patut disoroti masyarakat yaitu calon legislatif (caleg) DPR RI, DPRD provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, gubernur, dan bupati/wali kota.
"Kemarin di 2019 saja, Indonesia cuma sekadar Jokowi sama Prabowo. Tidak ada diskusi partai politik, tidak ada paparan caleg, tidak ada DPD, apalagi DPRD provinsi kabupaten/kota kurang," ujarnya.
"Nah, kalau nanti ke depan, pemilihan itu pusat sendiri, kemudian provinsi sendiri, kabupaten/kota sendiri. Saya rasa itu akan sangat baik," sambungnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.