JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera Mardani Ali Sera menegaskan, partainya tetap meminta pembahasan revisi Undang-Undang (RUU) Pemilu dilanjutkan.
Meskipun, ia mengetahui bahwa saat ini hanya tersisa Fraksi PKS dan Fraksi Partai Demokrat yang tetap ingin melanjutkan pembahasan RUU Pemilu.
"Partai Keadilan Sejahtera tegas, lanjutkan revisi Undang-Undang Pemilu. Kita kawal Indonesia yang lebih maju dengan demokrasi yang lebih sehat," kata Mardani dalam diskusi Sarasehan Kebangsaan bertajuk "Pemilu dan Masa Depan Demokrasi di Indonesia" Kamis (11/2/2021).
Ia menjelaskan, RUU Pemilu yang menggabungkan rezim pemilu yaitu pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) sudah masuk ke Badan Legislasi (Baleg) DPR guna menempuh proses harmonisasi.
Baca juga: Tolak Klaim Ketua Komisi II, Fraksi Demokrat Tetap Minta Pembahasan RUU Pemilu
Seharusnya, kata dia, setelah selesai di Baleg, RUU Pemilu dibawa ke Badan Musyawarah (Bamus) DPR dan dibahas oleh panitia khusus (pansus) hingga disahkan.
Kendati demikian, Mardani mengatakan, tiba-tiba Presiden Jokowi mengeluarkan pernyataan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang yang belum terlaksana.
"Memang elegan pernyataannya, sebaiknya UU yang belum dilaksanakan, dilaksanakan terlebih dahulu. Maksudnya adalah Pasal 201 ayat 8 UU Nomor 10 tahun 2016 itu UU Pilkada," terangnya.
Mardani menuturkan, pasal tersebut mengatur pilkada serentak diselenggarakan November 2024.
Ia menjelaskan, dalam pasal tersebut tertuang bahwa pilkada digelar serentak dibagi menjadi lima dalam tahun yang berbeda.
"Pertama, 2015, 2017, 2018, 2020 dan terakhir 2024 disatukan. Nah, empat sudah berjalan, tinggal yang terakhir nih yang 2024," imbuh dia.
Namun, Mardani mengaku, partainya tetap berupaya agar UU Pemilu tetap direvisi.
Baca juga: Ketua Komisi II: Kami Sepakat Tidak Lanjutkan Pembahasan RUU Pemilu
Ia membeberkan sejumlah alasan kuat mengapa partainya bersikap untuk tetap melanjutkan pembahasan RUU Pemilu.
Pertama, dia menilai bahwa secara fundamental demokrasi di Indonesia sedang sakit. Hal tersebut, kata Mardani, dikarenakan demokrasi berjalan hanya sekadar prosedural dan bukan substansial.
"Kalau kita lihat pemilu secara umum, biayanya mahal. Saat yang sama merit sistem belum terjadi dan yang berkembang saat ini adalah kandidasinya mahal, dan dinasti politiknya tinggi," ujarnya.
Ia menambahkan, maraknya politik uang juga dibiarkan hidup dalam demokrasi Indonesia.
Di saat yang sama, lanjutnya, kualitas pemerintah dinilai rendah. Hal tersebut terlihat dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang rendah jika dibandingkan angka anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Lebih lanjut, Mardani melihat pengalaman buruk dalam penyelenggaraan pemilu serentak pada 2019 yang harus dibenahi.
Kala itu, kata dia, ada ratusan petugas penyelenggara pemilu ad hoc kehilangan nyawa karena kelelahan dalam melaksanakan lima pemilihan sekaligus.
"Plus ada banyak sekali kesusahan teknis ketika pileg, pilpres dan pilkada disatukan," imbuh Mardani.
Baca juga: KPU Usul Aturan Mengenai Sirekap Masuk ke Pembahasan RUU Pemilu
Kemudian, ia menilai bahwa jika pemilu dilakukan bersamaan dengan pilkada, maka perdebatan hanya akan didominasi pemilihan presiden dan wakil presiden.
Hal tersebut ia lihat dari pengalaman Pilpres 2019 yang mana perdebatan berkutat hanya pada sosok Joko Widodo dan Prabowo Subianto sebagai kontestan pilpres.
Padahal, ia mengatakan ada enam pemilihan lainnya yang juga patut disoroti masyarakat yaitu calon legislatif (caleg) DPR RI, DPRD provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, gubernur, dan bupati/wali kota.
"Kemarin di 2019 saja, Indonesia cuma sekadar Jokowi sama Prabowo. Tidak ada diskusi partai politik, tidak ada paparan caleg, tidak ada DPD, apalagi DPRD provinsi kabupaten/kota kurang," ujarnya.
"Nah, kalau nanti ke depan, pemilihan itu pusat sendiri, kemudian provinsi sendiri, kabupaten/kota sendiri. Saya rasa itu akan sangat baik," sambungnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.