JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Pembina Perkumpukan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, pembahasan revisi undang-undang (RUU) Pemilu penting untuk dilakukan.
Hal ini bertujuan memperkuat kualitas tata kelola pemilu Indonesia untuk jangka panjang.
"Pembahasan RUU Pemilu relevan dan penting untuk dilakukan dalam rangka memperkuat kualitas tata kelola pemilu Indonesia," ujar Titi dalam diskusi daring bertajuk "Perlukah Ubah UU Pemilu Sekarang?" , Sabtu (30/1/2021).
Dia pun menjelaskan sejumlah alasan urgensi pembahasan RUU Pemilu.
Pertama, dengan UU Pemilu saat ini, yakni UU Nomor 7 Tahun 2017 menyebabkan kondisi kompleksitas pemilu lima kotak.
Kedua, hal itu lantas berpengaruh terhadap tingginya surat suara tidak sah (invalid votes) dan surat suara terbuang (wasted votes).
Baca juga: Kemendagri Sebut Pilkada Seharusnya Dilaksanakan Tahun 2024
Ketiga, adanya Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019 tentang rekonstruksi keserentakan pemilu.
Kempat, adanya desain kelembagaan penyelenggara pemilu yang cenderung belum berimbang dalam membangun posisi dan relasi antara KPU, Bawaslu, dan DKPP.
Kelima, karena ada kebutuhan penyelarasan pengaturan dengan berbagai putusan MK terkait UU Pemilu seperti hak pilih, mantan terpidana, dan lain-lain.
Keenam, penyelesaian permasalahan keadilan pemilu dengan terlalu banyak ruang saluran (many room to justice) sehingga sulit mencapai keadilan dan kepastian hukum.
Titi melanjutkan, disatukannya naskah pengaturan pemilu dan pilkada sangat penting dilakukan guna mengatasi pengaturan yang bermakna ganda, sulit dipahami, tumpang tindih, tidak konsisten, dan tidak komprehensif
"Oleh karena itu, inisiatif DPR yang membuat kodifikasi pemilu dan pilkada dalam RUU Pemilu saat ini patut diapresiasi dan didukung," lanjut Titi.
Baca juga: Para Gubernur Sekaligus Capres Potensial yang Terdampak Pilkada Serentak 2024...
Alasannya, kata Titi, penyelenggaraan pemilu dan pilkada pada satu tahun yang sama, yakni 2024 berpotensi membuat tata kelola pemilu Indonesia kacau dan bermasalah.
Oleh karena itu pemilu legislatif, pemilu presiden, dan pilkada mestinya tidak diselenggarakan pada tahun yang sama.
"Untuk menata itu, maka Pilkada sebaiknya tetap terselenggara sesuai siklus awal yaitu pada 2022 dan 2023. Sementara itu pemilihan secara nasional (pemilu) pada 2027," tegas Titi.