JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin menegaskan, kewenangan proses penarikan pembahasan draf revisi UU Pemilu dalam mekanisme pengambilan keputusan berada di Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Ia mengatakan, draf RUU Pemilu yang menjadi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021 merupakan hasil kesepakatan sembilan fraksi di Badan Legislasi DPR.
"Tentunya kewenangan proses penarikan pembahasan draf RUU Pemilu dalam mekanisme pengambilan keputusan berada di Badan Legislasi dan menunggu hasil kesepakatan sembilan fraksi di Baleg," kata Azis dalam keterangan tertulis, Rabu (10/2/2021).
Ia melanjutkan, Baleg harus memutuskan penarikan pembahasan dan mengirimkan kembali surat kepada pimpinan DPR untuk dibawa kembali dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus).
Baca juga: Jika RUU Pemilu Tetap Dibahas, Berkarya Minta Pasal-pasal yang Mengebiri Partai Kecil Dihapus
Pada prinsipnya, kata dia, pimpinan DPR hanya menunggu surat resmi dari setiap fraksi DPR di Baleg.
Lebih lanjut, Azis menjelaskan bahwa jika semua fraksi di Baleg menyepakati untuk menarik, maka pimpinan DPR juga akan menarik RUU Pemilu dalam short list Prolegnas 2021.
Ia menuturkan, pimpinan DPR hanya menunggu surat dari setiap fraksi di Baleg untuk mengeluarkan pembahasan RUU Pemilu.
"Kita menunggu surat resmi fraksi. Melihat dari situasi pandemi dan sequence pembahasan dan UU Nomor 7 Tahun 2017, pelaksanaan pemilu secara serentak pun belum pernah dilaksanakan untuk kita laksanakan di tahun 2024," terangnya.
Di sisi lain, Politikus Golkar itu memastikan bahwa sikap Fraksi Golkar hari ini akan menarik atau menghentikan pembahasan RUU Pemilu.
Baca juga: Hanura Anggap Rencana Kenaikan Ambang Batas Parlemen dalam RUU Pemilu Korupsi Suara Rakyat
Ia mengatakan, Golkar mendukung pilkada serentak nasional sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016 yaitu dilaksanakan pada 2024.
"Hal itu guna mengedepankan kepentingan bangsa dan negara yang saat ini sedang melakukan pemulihan ekonomi di masa pandemi," jelasnya.
Azis berpendapat, akan lebih baik apabila saat ini mengutamakan masalah penyelesaian penyebaran Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional daripada harus menguras keringat membahas draf RUU Pemilu.
Terlebih, lanjutnya, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki kekuatan hukum tetap serta final dan mengikat.
"Putusan MK sejak diucapkan memiliki kekuatan hukum tetap dan tidak ada upaya hukum yang dapat di tempuh serta sifat final dalam putusan MK mencakup pula kekuatan hukum mengikat (Final and Binding)," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.