Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrat, Solid di Era SBY tapi Mulai Goyah di Tangan AHY

Kompas.com - 11/02/2021, 13:49 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Partai Demokrat baru-baru ini diterpa badai internal. Sejumlah kader aktif dan mantan pengurus berupaya melengserkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari kursi ketua umum dengan mengembuskan isu Kongres Luar biasa (KLB).

Konflik internal Partai Demokrat terjadi di saat partai tengah menjalani masa konsolidasi awal  menuju Pemilu 2024 yang masih tiga tahun lagi.

Upaya pelengseran AHY dari kursi ketua umum menjadi peringatan bagi putra sulung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu.

Baca juga: Tanggapi Eks Kadernya, Demokrat Sebut AHY Bikin Perolehan Suara Meningkat

Pasalnya, di tengah situasi politik yang masih jauh dari hiruk pikuk persiapan Pemilu 2024, partai yang ia pimpin justru sudah bergejolak.

Gejolak di Partai Demokrat hampir tak dialami partai-partai besar lainnya di masa sekarang. Bahkan perbedaan pendapat di internal Golkar dalam menyikapi revisi Undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pun tidak sampai menimbulkan kegaduhan.

Terkecuali Partai Berkarya sebagai partai medioker yang masih berkonflik memperebutkan status kepengurusan yang sah antara kubu Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto dengan Muchdi Pr.

Upaya pelengseran di Partai Demokrat juga menjadi tamparan bagi AHY yang terpilih lewat mekanisme aklamasi dalam Kongres Partai Demokrat di Jakarta pada 2020.

Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari pun meragukan keterpilihan (AHY) sebagai Ketua Umum Partai Demokrat lewat proses aklamasi. Pasalnya, belum setahun menjabat, sudah muncul gerakan yang hendak melengserkan AHY.

Menurut Qodari, jika ketua umum terpilih lewat aklamasi, seharusnya tak akan ada gerakan yang hendak menjatuhkan AHY karena seluruh internal partai solid mendukung putra sulung SBY itu.

Baca juga: Pengurus Demokrat Sebut Kekhawatiran Eks Wasekjen Pendukung KLB Tak Didukung Fakta

"Ini cukup mengejutkan karena kongresnya baru selesai, ketua umum baru terpilih, apalagi dengan cara aklamasi," kata Qodari sebagaimana dikutip Tribunnews.com, Kamis (4/2/2021).

Qodari lantas mempertanyakan proses aklamasi yang terjadi pada Kongres Demokrat saat AHY terpilih sebagai ketua umum. Menurut dia, aklamasi saat itu bukanlah aklamasi sejati.

Aklamasi yang sejati, lanjut Qodari, terjadi ketika ada satu tokoh yang dianggap sangat kuat, sangat legitimate, sangat tepat untuk menjadi ketua umum, dan diterima oleh semuanya.

"Artinya, aklamasi partai Demokrat pada tahun lalu itu, Maret 2020 itu, sebetulnya bukan aklamasi yang sejati," ucap Qodari. "Jadi kalau belum setahun sudah ada gerakan politik, itu menandakan bahwa kekuasaan di Demokrat saat ini tidak bulat," tutur Qodari.

Solid di era SBY

Kondisi Demokrat saat ini berbeda dengan era kepemimpinan SBY. Isu KLB pernah sekali muncul saat SBY menjabat posisi ketua umum pada 2019.

Namun saat itu tak ada satu pun kader aktif di internal yang terlibat. Isu KLB hanya diembuskan oleh mantan pengurus yang sudah lama tak aktif dan tak mendapat sambutan positif dari kader internal yang aktif.

Baca juga: Pengamat Nilai Isu Kudeta Demokrat Jadi Ujian AHY untuk Tunjukkan Kualitas

Padahal di awal saat SBY menjabat ketua umum ia tengah berkonflik dengan eks Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum dan para loyalisnya.

Saat itu, konflik antara SBY dan Anas bermula sejak Anas terpilih sebagai Ketua Umum Demokrat melalui Kongres Bandung pada 2010.

Ketika itu SBY menjagokan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng sebagai kandidat ketua umum.

Ketegangan antara SBY dan Anas makin menjadi-jadi kala mantan Bendahara Umum Demokrat Muhammad Nazaruddin menyebutkan keterlibatan Anas di proyek pembangunan Wisma Atlet di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, yang di dalamnya terdapat praktik korupsi.

Namun Anas bersikukuh membantah tudingan Nazaruddin. Di sisi lain Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum memastikan keterlibatan Anas dalam kasus korupsi pembangunan Wisma Atlet Hambalang.

Baca juga: Demokrat Sebut Pertemuan Moeldoko dan Kader Beda dengan Ngopi-ngopi bersama Luhut

SBY pun merasa Partai Demokrat tersandera dengan skandal pembangunan Wisma Atlet Hambalang yang melibatkan Anas. Sebabnya, masa itu merupakan tahun politik dimana Pemilu 2014 akan diselenggarakan.

SBY khawatir elektabilitas Demokrat akan terjun bebas akibat persepsi publik yang negatif atas skandal korupsi yang melibatkan Anas sebagai ketua umum.

Di masa-masa sebelum KPK menetapkan Anas sebagai tersangka, SBY selaku Ketua Dewan Pembina pun kerap mengadakan pertemuan dengan anggota Dewan Pembina Demokrat beserta para pendiri partai.

Sedangkan Anas kerap melakukan konsolidasi dengan mengumpulkan para anggota DPP dan DPD di seluruh Indonesia.

Hingga akhirnya KPK menetapkan Anas sebagai tersangka dan SBY pun mengambil alih jabatan ketua umum pada 2013.

Baca juga: Demokrat Sebut Kader yang Terlibat Gerakan Kudeta Partai Masih Diproses

Pencopotan sejumlah loyalis Anas seperti Gede Pasek Suardika dan Saan Mustopa dari berbagai jabatan partai pun dilakukan SBY.

Meskipun perolehan suara Demokrat pada Pemilu 2014 turun drastis dari 20,85 persen menjadi 10,19 persen, tak pernah ada isu KLB yang muncul untuk melengserkan SBY.

Direktur Eksekutif Voxpol Pangi Syarwi Chaniago menilai kesolidan Demokrat di era SBY meski harus menghadapi badai yang besar terjadi lantaran Presiden keenam RI itu merupakan tokoh sentral sekaligus pendiri partai.

Saat itu, kata Pangi, tak ada satu tokoh pun yang bisa menyaingi kekuatan SBY di internal Demokrat. Ditambah pula saat itu SBY juga menjabat Presiden RI.

Hal itu berbeda dengan AHY yang tergolong masih junior dibanding para politisi Demokrat lainnya yang telah malang melintang membesarkan partai.

Baca juga: Isu Kudeta di Demokrat, Andi Mallarangeng: Jenderal Mau Kudeta Mayor, Gagal Pula

“Sehingga kader tegak lurus dan tak berani melawan arus SBY. SBY adalah pendiri partai dan punya jam terbang yang cukup panjang. Tentu saja beliau senior dan mantan jenderal yang bagaimana pun punya pengaruh yang cukup kuat,” kata Pangi.

“Dan SBY tokoh sentral yang sangat dominan, sangat kuat, sehingga yang tak sejalan dengan SBY hanya ada satu jalan yakni mundur dari partai,” tutur Pangi.

Kendati demikian Pangi menilai upaya pelengseran kali ini menjadi pelajaran berharga bagi AHY. Ia mengatakan jika AHY mampu melewati ujian ini maka ia akan semakin matang dalam memimpin Demokrat.

“Kalau AHY mampu melewati badai makar/kudeta ini dengan baik, AHY justru makin kuat dibandingkan SBY, karena baru bergabung ke gelanggang dunia politik praktis baru tiga tahun sejak 2017,” ujar Pangi.

Baca juga: Demokrat Ungkap Kesaksian Kader, Terima Dana Awal 25 Persen untuk Dukung Kudeta

“Saya melihat dia sudah punya modal bagaiamana membangun soliditas di internal partai. Kalau tidak ada situasi semacam ini belum tentu beliau punya kepiawaian dan kemahiran dalam mengelola, maintenance, kasus kudeta yang menyasar partai beliau,” tutur Pangi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Nasional
Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Nasional
Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com