Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ingin Terjebak Perdebatan, KPU Tegaskan Tetap Mengacu UU Pemilu

Kompas.com - 04/02/2021, 15:18 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra menegaskan, KPU tidak ingin terjebak dalam perdebatan yang di luar perspektif tugas mereka sebagai penyelenggara Pemilu.

Ilham mengatakan, KPU hingga kini tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

"KPU sebagai penyelenggara tentu akan patuh terhadap UU yang ada. Saat ini dalam perspektif pemilu, KPU tetap mengacu pada UU 7/2017. Dalam perspektif Pilkada, KPU tetap mengacu pada UU 1/2015, UU 8/2015, dan UU 10/2016," kata Ilham dalam diskusi daring Fraksi Partai Nasdem DPR RI bertema "Urgensi RUU Pemilu Dalam Memperkuat Demokrasi", Kamis (4/2/2021).

"Sekali lagi, KPU hanya bekerja menyelenggarakan pemilu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada," lanjutnya.

Baca juga: Kemendagri Minta KPU Gelar Simulasi Pemilu Serentak 2024

Ilham mengaku tak ambil pusing dengan perdebatan yang ada terkait pelaksanaan pilkada dan pemilu dilakukan serentak pada 2024.

Menurutnya, KPU tetap akan bekerja berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada tentang pemilu dan pilkada.

Adapun dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada disebutkan bahwa pilkada akan dilaksanakan pada 2024 bersamaan dengan pemilu.

"Jadi kalaupun mau Pemilu 2024, Pilkada 2024, tentu KPU sebagai penyelenggaran Pemilu tetap patuh dan bekerja pada peraturan perundang-undangan yang ada," jelasnya.

Kendati demikian, Ilham mengakui bahwa KPU 'tergesa' dalam proses pembuatan UU 7/2017. Ia pun menceritakan bagaimana proses pembuatan UU tersebut.

Menurut Ilham, UU tersebut baru disahkan pada Agustus 2017 oleh pejabat berwenang. Padahal, saat itu Pemilu 2019 akan terselenggara dalam waktu lebih kurang 1 tahun 6 atau 7 bulan.

"Sehingga kami dalam tanda kutip 'tergesa' dalam membuat peraturan-peraturan KPU. Membuat tahapan-tahapan untuk menjalankan amanah UU 7/2017," ungkap dia.

Baca juga: Isyarat Jokowi yang Tak Ingin UU Pemilu Direvisi

Sementara, KPU memiliki kriteria ideal menurut perspektif penyelenggara pemilu, untuk proses pengesahan UU paling tidak 2,5 tahun sebelum pemilu dimulai.

"Bagaimana yang ideal, tentu saja, buat kami sebagai penyelenggara pemilu, at least paling tidak 2,5 tahun sebelum pemilu dimulai. Dalam konteks penyelenggara pemilu, akan lebih baik apabila 2,5 tahun sebelum penyelenggaraan pemilu itu bisa kita mulai," imbuh Ilham.

Dalam kesempatan berbeda, Ilham Saputra mengatakan jika pilkada dilaksanakan serentak pada 2024 akan menjadi beban berat bagi penyelenggara pemilu.

Hal ini ia ungkapkan berkaitan dengan revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu yang tengah dibahas oleh DPR.

"Tentu akan sangat berat apabila Pilkada 2024. Kenapa demikian, karena tahapannya berbarengan bersamaan dengan pemilu nasional," kata Ilham dalam rapat koordinasi secara virtual, Selasa (2/2/2021).

Ilham mengatakan, berdasarkan pengalaman Pemilu Serentak 2019 banyak petugas yang meninggal karena kelelahan.

Saat itu, digelar pemilihan legislatif di DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota serta pemilihan presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com