JAKARTA,KOMPAS.com - Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 yang sudah disetujui pemerintah dan DPR belum juga disahkan sampai saat ini.
Prolegnas Prioritas 2021 terdiri atas 33 RUU serta 5 RUU Kumalatif Terbuka.
Salah satu rancangan perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh Badan Legislasi (Baleg) draf revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Wakil Ketua Baleg DPR RI Willy Aditya menyebut proses pengesahan Prolegnas Prioritas 2021 macet di tangan pimpinan DPR.
"Masih mandek di pimpinan. Padahal sudah di Bamus (Badan Musyawarah) kan. Ada apa? Pertanyaan itu harus kita tanyakan kepada pimpinan. Kita sudah rapatkan di Bamus, sudah diagendakan, tapi belum diparipurnakan sampai hari ini," kata Willy kepada Kompas.com, Rabu (3/2/2021).
Baca juga: Perludem: Jangan Sampai Kepentingan Parpol Hambat Perbaikan Demokrasi
Peneliti Formappi Lucius Karius menduga, tak kunjung disahkannya Prolegnas Prioritas 2021 karena polemik revisi UU Pemilu.
Lucius menilai, UU Pemilu menjadi pro dan kontra karena dipicu kalkulasi politik partai terkait pemilu 2024 yang akan sangat ditentukan lewat revisi tersebut.
Wacana yang diperdebatkan
Wacana pro dan kontra di kalangan partai politik soal revisi UU Pemilu terkait dengan beberapa hal.
Salah satu isu yang menjadi perdebatan adalah pengembalian jadwal pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Sebagian fraksi mendukung Pilkada lebih baik diadakan serentak pada November 2024, yang artinya sesuai dengan Pasal 201 ayat (8) UU Nomor 10 tahun 2016.
Di sisi lain, beberapa fraksi menginginkan pelaksanaan pilkada diubah, sesuai ketentuan dalam draf revisi UU Pemilu Pasal 731 ayat (2) dan (3), yakni pada 2022 dan 2023.
Baca juga: Sikap Fraksi di DPR soal Revisi UU Pemilu, antara Pilkada 2022 atau Serentak 2024
Isu lain yang diperdebatkan dalam RUU Pemilu adalah ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).
Berbagai fraksi partai politik saling beradu argumen untuk menetapkan angka ambang batas parlemen tetap pada angka 4 persen, atau naik di angka 5 persen hingga 7 persen.
Begitu juga dengan ambang batas presiden. Fraksi di DPR belum sepakat untuk menurunkan ambang batas atau tetap dengan ketentuan saat ini.