Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemendagri Minta KPU Gelar Simulasi Pemilu Serentak 2024

Kompas.com - 04/02/2021, 10:56 WIB
Sania Mashabi,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melakukan simulasi dan mengidentifikasi potensi masalah yang berpotensi muncul jika Pemilu digelar Serentak pada 2024.

Bahtiar merespons pertanyaan tentang pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang akan digelar berbarengan dengan pemilu presiden dan pemilu legislatif pada 2024.

Pemilu 2019 yang meliputi pemilihan DPR, DPRD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota dan DRD serta presiden dan wakil presiden, lebih dari 600 petugas penyelenggara pemilu meninggal diduga karena kelelahan. 

Baca juga: KPU: Sangat Berat apabila Pilkada Serentak Digelar 2024

"Teknisnya KPU. KPU kita dorong lakukan simulasi dan cek potensi masalahnya apa," kata Bahtiar kepada Kompas.com, Rabu (3/2/2021).

Bahtiar mengatakan, penyelenggara pemilu memiliki waktu yang panjang yakni tiga tahun untuk mempersiapkan pelaksanaan Pemilu Serentak 2024 menjadi lebih baik.

Ia juga yakin pengalaman melaksanakan Pilkada di tahun 2020 lalu bisa menjadi bahan pembelajaran bagi penyelenggara pemilu ke depan.

"Saya kira jadi pelajaran baik bisa jadi referensi sukses tangani kesehatan dan aman covid untuk penyelenggara," ujar dia.

DPR kini tengah melakukan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Revisi tersebut belum rampung karena masih ada fraksi yang menolak beberapa isu dalam pembahasan RUU Pemilu.

Adapun wacana pro dan kontra di kalangan partai politik soal revisi UU Pemilu terkait dengan beberapa hal. Salah satu isu yang menjadi perdebatan adalah pengembalian jadwal pilkada.

Sebagian fraksi mendukung Pilkada lebih baik diadakan serentak pada November 2024, yang artinya sesuai dengan Pasal 201 ayat (8) UU Nomor 10 tahun 2016.

Di sisi lain, beberapa fraksi menginginkan pelaksanaan pilkada diubah, sesuai ketentuan dalam draf revisi UU Pemilu Pasal 731 ayat (2) dan (3), yakni pada 2022 dan 2023.

Isu lain yang diperdebatkan dalam RUU Pemilu adalah ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).

Baca juga: Pilkada Serentak Berbarengan dengan Pilpres, Gubernur Babel: Mau 2024 atau 2022, Kita Siap...

Berbagai fraksi partai politik saling beradu argumen untuk menetapkan angka ambang batas parlemen tetap pada angka 4 persen, atau naik di angka 5 persen hingga 7 persen.

Begitu juga dengan ambang batas presiden. Fraksi di DPR belum sepakat untuk menurunkan ambang batas atau tetap dengan ketentuan saat ini.

Besaran ambang batas bagi partai politik untuk mencalonkan presiden-wakil presiden yakni 20 persen dari jumlah kursi di parlemen atau 25 persen dari jumlah suara sah nasional pada pemilu sebelumnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com