Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Wacana Dihidupkannya Pam Swakarsa...

Kompas.com - 25/01/2021, 08:30 WIB
Devina Halim,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana calon kapolri Komjen Listyo Sigit Prabowo yang ingin menghidupkan kembali Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa (Pam Swakarsa) menuai berbagai respons.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai, wacana tersebut dinilai akan mengembalikan Indonesia ke era Orde Baru yang otoriter.

"Ini hanyalah sebuah terobosan yang justru mengembalikan Indonesia ke semangat otoritarianisme dan mengkhianati nilai reformasi," ujar Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti kepada Kompas.com, Jumat (22/1/2021).

Diketahui, Pam Swakarsa pernah muncul pada 1998. Di saat itu, Pam Swakarsa merupakan kelompok sipil bersenjata tajam yang dibentuk untuk membendung aksi mahasiswa sekaligus mendukung Sidang Istimewa MPR (SI MPR).

Kontras khawatir iklim kekerasan akan terus terjadi apabila wacana pengaktifan kembali Pam Swakarsa terlaksana.

Baca juga: Kontras: Rencana Pengaktifan Pam Swakarsa Bentuk Pengkhianatan Reformasi

Fatia mengatakan, tak menutup kemungkinan kelompok yang mendapat amanat sebagai Pam Swakarsa melakukan kekerasan dengan mengatasnamakan demi menjaga ketertiban umum.

Hal itu dikhawatirkan dapat berujung pada terciptanya konflik horizontal.

"Yang ditakutkan ke depan, Pam Swakarsa membuat rasa takut yang lebih luas lagi kepada masyarakat, menimbulkan konflik horizontal," katanya.

Selain itu, kritik juga datang dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Ketua YLBHI Asfinawati menyoroti wacana Sigit untuk mengintegrasikan Pam Swakarsa dengan perkembangan teknologi informasi dan fasilitas-fasilitas Polri.

Ia berpandangan, wacana itu terkesan akan "mempersenjatai sipil". Fasilitas seperti penyadapan dikhawatirkan juga dapat diakses masyarakat yang tergabung dalam Pam Swakarsa.

"Integrasi dengan teknologi dan fasilitas-fasilitas. Pertanyaannya ini apa maksudnya? Apakah mereka dibuat database? Atau bisa mengakses fasilitas teknologi Polri seperti penyadapan dan lainnya," tutur Asfinawati saat dihubungi Kompas.com, Jumat.

Baca juga: YLBHI Pertanyakan Rencana Listyo Sigit Integrasikan Pam Swakarsa dengan Fasilitas Polri

Hal tersebut dikhawatirkan berpotensi terjadi kekerasan oleh Pam Swakarsa kepada masyarakat sipil.

Asfin menilai, Polri telah menyalahgunakan kekuasaannya atau abuse of power dengan adanya wacana tersebut.

"Kekuasaan polisi akan makin luas karena punya kepanjangan tangan dari masyarakat yang tergabung dalam Pam Swakarsa. Sebelum teknologi itu saja sudah bermasalah, apalagi ditambah fasilitas. Bisa lebih ke mana-mana," ungkapnya.

Berbeda dengan 1998

Polri pun angkat bicara soal wacana Pam Swakarsa tersebut. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Rusdi Hartono mengatakan, Pam Swakarsa yang dimaksud Sigit berbeda dengan yang dibentuk pada tahun 1998.

"Kami memahami kita semua punya trauma dengan kasus 98, Pam Swakarsa seperti dahulu memang dipergunakan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk kepentingannya," kata Rusdi, dalam diskusi daring, Jumat (22/1/2021).

"Tetapi yang dimaksud dengan Pam Swakarsa di sini bagaimana masyarakat memiliki keinginan, kemauan secara pribadi mereka mengamankan lingkungannya," sambung dia.

Menyoal regulasi, Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Ahmad Ramadhan mengungkapkan, Pam Swakarsa merupakan amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Aturan turunannya yakni Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pengamanan Swakarsa telah diteken oleh kapolri saat ini, Jenderal (Pol) Idham Azis.

Baca juga: Wacana Hidupkan Pam Swakarsa Picu Kekhawatiran, Ini Penjelasan Polri

Dalam Pasal 3 ayat (2) Perpol disebutkan, pengamanan swakarsa terdiri dari satuan pengamanan (satpam) dan satuan keamanan lingkungan (satkamling).

Selain itu, pengamanan swakarsa juga dapat berasal dari kearifan lokal atau pranata sosial. Misalnya, pecalang di Bali, kelompok sadar keamanan dan ketertiban masyarakat, serta siswa dan mahasiswa Bhayangkara.

Aturan itu juga mengatur proses pembentukan hingga pengukuhan anggota Pam Swakarsa.

"Perekrutan Pam Swakarsa melalui badan usaha berfokus pada pengamanan. Jadi akan dilakukan seleksi kemudian dilaporkan kepada Binmas masing-masing Polda, dilanjutkan ke Mabes Polri," ujar Ramadhan di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Jumat.

Tidak Masalah

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengungkapkan hal serupa bahwa pengamanan swakarsa memang tertuang dalam UU.

Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto mengungkapkan, Pam Swakarsa memiliki arti pengamanan yang berasal dari keinginan masyarakat sendiri.

"Jadi inisiatif masyarakat, itu ide masyarakat, keinginan dan kebutuhan masyarakat. Polrilah yang kemudian membina, mengarahkan," kata Benny dalam diskusi daring, Minggu (24/1/2021).

Baca juga: Kompolnas Beberkan Latar Belakang Listyo Sigit Ingin Ubah Tugas Polsek

Kompolnas pun merasa tidak masalah dengan pengamanan swakarsa seperti yang dimaksud dalam UU Kepolisian.

Juru Bicara Kompolnas Poengky Indarti meminta publik tidak salah menafsirkan Pam Swakarsa yang diwacanakan Sigit.

"Yang harus diubah adalah mindset ketakutan berpikir yang stuck pada Pam Swakarsa 1998, di mana Pam Swakarsa pada waktu itu tidak ada dasar hukumnya dan pengerahan kelompok kekerasan untuk jadi alat kepentingan politik," kata Poengky ketika dihubungi Kompas.com, Jumat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com