JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis catatan akhir tahun tentang pemberantasan korupsi di Indonesia sepanjang 2020.
Salah satu hal yang disoroti ICW dalam catatan ini yaitu, soal kinerja penegakkan hukum oleh kepolisian, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Pada faktanya tiga institusi ini tidak cukup perform untuk bisa membuktikan kepada publik mereka telah bekerja secara profesional dan independen untuk memberantas korupsi," kata anggota ICW Kurnia Ramadhan dalam konferensi pers daring, Rabu (30/12/2020).
Soal kinerja kepolisian, Kurnia menyinggung kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan.
Baca juga: Membandingkan Vonis Kasus Novel Baswedan dengan Putusan Penyiraman Air Keras Lainnya
Menurut catatan ICW, akhir dari kasus itu justru antiklimaks. Menurut ICW, polisi tidak berhasil mengungkap motif dan menangkap auktor intelektual di balik peristiwa penganiayaan berat tersebut.
"Tidak terlalu menggembirakan untuk kita semua, karena kami meyakini ada aktor-aktor lain yang belum diungkap saat proses penyelidikan dan penyidikan. Fakta di persidangan diduga dikondisikan hanya melokalisir pelaku kedua orang itu," ujar Kurnia.
Sementara itu, soal kinerja Kejaksaan Agung, Kurnia menyinggung kasus pelarian buronan perkara korupsi Djoko S Tjandra.
Ia menilai ada upaya Kejagung untuk menutup-nutupi keterlibatan aktor lain yang lebih tinggi.
"Sama, ada upaya untuk melokalisir agar perkara ini hanya berhenti pada Pinangki, Djoko Tjandra, Andi Irfan Jaya, atau Anita Kolopaking," katanya.
Selanjutnya, Kurnia mengatakan saat ini kondisi KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri sudah kronis.
Baca juga: Vonis Kasus Surat Palsu Djoko Tjandra dkk Dianggap Tak Beri Efek Jera ke Pelaku
Kinerja KPK periode ini juga dinilai diperburuk dengan lahirnya UU KPK Nomor 19 Tahun 2019.
ICW mencatat, jumlah operasi tangkap tangan (OTT) menurun, pengusutan perkara-perkara besar minim, dan gagal menangkap buronan kasus korupsi.
"Kalau menggunakan istilah Pak Ghufron (Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron), mungkin bisa dikatakan kondisi KPK sudah kronis dan stadium 4. Jadi sudah sangat kacau balau di KPK," tuturnya.
Hal lain yang disoroti terhadap KPK yaitu pengadaan dan distribusi bantuan sosial Covid-19.
Anggota ICW Dewi Anggraeni mengatakan ICW tidak dapat menemukan dokumen perencanaan pengadaan bansos Covid-19 yang diselenggarakan Kementerian Sosial. Padahal, transparansi informasi penanganan Covid-19 merupakan hal yang krusial.
"Tidak heran para pejabatnya, bahkan menterinya serta rekanan perusahaan ditangkap terkait pengadaan barang dan jasa untuk bansos," kata Dewi.
Distribusi bansos juga bukannya tanpa masalah. Data masih jadi persoalan utama dalam distribusi.
Baca juga: Jokowi Wanti-wanti Masyarakat Tak Gunakan Uang Bansos untuk Beli Rokok
Menurut catatan ICW, ada individu yang bisa mendapatkan bansos lebih dari satu kali, sementara ada pula yang tidak mendapatkan sama sekali meski membutuhkan.
Belum lagi adanya praktik pungutan liar bansos.
"Dari hasil pemantauan ICW terkait distribusi bansos, ada 239 aduan warga di 13 daerah pemantauan di Indonesia," ujar Dewi.
Beberapa hal lain yang juga menjadi catatan ICW yaitu, soal program Kartu Prakerja yang dianggap pemborosan anggaran negara. Penyelenggaraannya pun dinilai tertutup.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.