Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

1.796 Surat Desakan agar Jaksa Agung Tuntaskan Kasus Tragedi Semanggi

Kompas.com - 01/12/2020, 15:39 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Amnesty International Indonesia menerima sebanyak 1.796 surat yang berisi desakan kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk menuntaskan kasus Tragedi Semanggi II dan II serta pelanggaran HAM berat lainnya.

"Kami berharap surat-surat ini dapat mendesak pemerintah untuk segera menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat dan memastikan hak atas keadilan bagi seluruh korban dan keluarga korban Tragedi Semanggi I dan II,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, dalam audiensi secara virtual, Selasa (1/12/2020).

Baca juga: Kemenangan Keluarga Korban Tragedi Semanggi...

Audiensi tersebut dihadiri oleh Anggota Komisi III DPR Arsul Sani, keluarga korban Semanggi I Maria Katarina Sumarsih, dan musisi sekaligus vokalis Tashoora, Gusti Arirang.

Usman berharap ribuan surat tersebut dapat mendorong pemerintah segera menuntaskan seluruh kasus pelanggaran HAM berat yang prosesnya berhenti di Kejaksaan Agung.

Sebelumnya, dalam keputusan Nomor 99/G/2020/PTUN-JKT pada 4 November 2020, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menilai Jaksa Agung telah melakukan perbuatan melawan hukum karena menyatakan Tragedi Semanggi I dan II bukanlah pelanggaran HAM berat. Namun, Burhanuddin mengajukan banding atas putusan tersebut.

Usman menilai, langkah Burhanuddin itu justru makin menunda upaya penuntasan kasus. Oleh sebab itu, Usman mendesak Jaksa Agung untuk menerima keputusan tersebut dan segera menuntaskan penyidikan kasus pelanggaran HAM masa lalu

"Rencana Jaksa Agung untuk banding semakin menunda keadilan bagi korban dan keluarga korban Tragedi Semanggi I dan II,” ucap Usman.

Baca juga: Utang yang Tak Kunjung Lunas: Pelanggaran HAM Berat pada Masa Lalu

Maria Katarina Sumarsih, ibu dari mahasiswa korban Tragedi Semanggi I Bernardinus Realino Norma Irmawan atau Wawan, berharap Jaksa Agung membatalkan upaya banding atas putusan PTUN.

Dengan begitu, Kejaksaan Agung dapat melanjutkan upaya penuntasan kasus dengan melakukan penyidikan.

"Saya selaku keluarga korban mengeluarkan gugatan ini bukan karena dendam kepada Kejaksaan Agung, melainkan meminta agar institusi negara melakukan kewajibannya,” kata Sumarsih.

Tragedi Semanggi

Wawan merupakan salah satu dari 17 korban meninggal dunia dalam Tragedi Semanggi I, 13 November 1998. Ada enam mahasiswa kehilangan nyawa.

Selain Wawan, ada mahasiswa Institut Teknologi Indonesia (ITI) Teddy Wardani Kusuma, mahasiswa Universitas Jakarta Engkus Kusnadi, mahasiswa Universitas Terbuka Heru Sudibyo, mahasiswa Universitas Yayasan Administrasi Indonesia (YAI) Sigit Prasetyo, dan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Muzammil Joko.

Baca juga: Anggota Komisi III: Harusnya Jaksa Agung Terima Putusan PTUN soal Tragedi Semanggi

Saat itu, mahasiswa yang bergabung dengan masyarakat melakukan demonstrasi besar-besaran. Mereka menolak Sidang Istimewa MPR pada 1998.

Sidang tersebut dikhawatirkan melegitimasi kekuasaan Rezim Orde Baru melalui pengangkatan Habibie sebagai presiden.

Para pendemo juga menuntut penghapusan dwi-fungsi ABRI sebagai salah satu bentuk campur tangan politik dari kalangan militer.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Tragedi Semanggi II

Sementara, Tragedi Semanggi II terjadi pada 24 September 1999. Saat itu mahasiswa menggelar demonstrasi di Jakarta yang menuntut pembatalan Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (RUU PKB).

RUU PKB dianggap banyak pihak akan menjadi justifikasi bagi TNI untuk menggelar operasi militer. Selain itu, dikhawatirkan TNI akan masuk dalam ranah publik sehingga berpotensi melumpuhkan gerakan sipil dengan alasan keadaan bahaya.

Beberapa saat setelah DPR menyetujui RUU PKB, ribuan mahasiswa, buruh, aktivis partai politik, lembaga non-pemerintah dan profesi serentak menuju Senayan. Tekanan demonstran yang begitu tinggi dan sengit untuk menolak RUU itu mengakibatkan bentrokan berdarah.

Puluhan mahasiswa terluka akibat tembakan, injakan, pukulan dan gas air mata. Harian Kompas, 26 September 1999, memberitakan, aksi brutal tersebut menyebabkan dua orang meninggal dunia, termasuk di antaranya mahasiswa Universitas Indonesia Yap Yun Hap.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com