JAKARTA, KOMPAS.com - Pengajar Hukum Tata Negara Ahmad Redi menilai penganugerahan tanda kehormatan Bintang Mahaputera pada enam hakim Mahkamah Konstitusi (MK) berpotensi mempengaruhi independensi hakim dan memunculkan konflik kepentingan.
Sebab, menurut dia, saat ini MK tengah menguji undang-undang (UU) yang berkaitan dengan presiden.
"Pemberian penghargaan ini potensial mempengaruhi independensi hakim dalam memutus perkara-perkara karena Presiden merupakan pihak yang berperkara di MK," kata Redi kepada Kompas.com, Kamis (12/11/2020).
Baca juga: Moeldoko: Pemberian Bintang Mahaputera ke 6 Hakim MK Tak Ganggu Independensi Mereka
Redi mencontohkan beberapa UU kursial yang tengah ditangani oleh MK, antara lain UU Cipta Kerja, UU Mineral dan Batu Bara, hingga UU Tindak Pidana Korupsi.
Oleh karena itu, ia menilai pemberian anugrah itu bisa dianggap seolah-olah hadiah untuk MK.
"Pemberian penghargaan ini seolah menjadi rangkaian hadiah ke MK oleh Presiden setelah UU MK," ujar dia.
Adapun tiga dari enam hakim MK yang diberi anugrah yakni Arief Hidayat, Anwar Usman, dan Aswanto. Mereka menerima gelar bintang mahaputera adipradana.
Sementara itu, tiga hakim lainnya yaitu Wahiduddin Adams, Suhartoyo, dan Manahan M.P. Sitompul diberi gelar bintang mahaputera utama.
Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut, penganugeraahan tanda kehormatan bintang mahaputera oleh Presiden Joko Widodo kepada enam hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tak akan mengganggu independensi para hakim.
Moeldoko mengklaim, keenam hakim konstitusi tetap bisa bekerja secara independen setelah ini.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.