Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bintang Mahaputera Hakim MK, Kekhawatiran akan Independensi dalam Pengujian UU Kontroversial

Kompas.com - 12/11/2020, 06:38 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Di tengah banyaknya perkara pengujian undang-undang yang bergulir di Mahkamah Konstitusi, enam hakim MK dianugerahi tanda kehormatan bintang mahaputera oleh Presiden Joko Widodo.

Hal ini dikhawatirkan mengganggu independensi para hakim. Apalagi, belakangan banyak pihak yang mengajukan permohonan pengujian undang-undang yang penuh kontroversi, misalnya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Namun begitu, kekhawatiran ini dibantah baik oleh pihak Istana maupun MK.

Penganugerahan tanda kehormatan bintang mahaputera kepada enam hakim MK diberikan Jokowi di Istana Negara, Jakarta pada Rabu (11/11/2020).

Tiga dari enam hakim disematkan gelar bintang mahaputera adipradana. Ketiganya yakni Arief Hidayat yang menjabat sebagai Ketua MK 2015-2018 dan hakim konstitusi 2018-2023.

Kemudian Anwar Usman yang menjabat sebagai Ketua MK 2018-2021, serta Aswanto yang merupakan Wakil Ketua MK 2018-2021 dan hakim konstitusi 2019-2024.

Baca juga: Enam Hakim Konstitusi Dianugerahi Gelar Bintang Mahaputera oleh Jokowi, Ini Rinciannya

 

Sementara, tiga hakim lainnya dianugerahi gelar bintang mahaputera utama. Mereka adalah Wahiduddin Adams yang menjabat sebagai hakim konstitusi 2014-2019 dan 2019-2024. Lalu,

Selanjutnya, Suhartoyo yang merupakan hakim konstitusi 2015-2020 dan 2020-2025. Terakhir, Manahan M.P. Sitompul hakim konstitusi 2015-2020 dan 2020-2025.

Penganugerahan bintang mahaputera kepada enam hakim MK dilakukan bersamaan dengan pemberian tanda kehormatan kepada 65 pejabat negara/mantan pejabat negara Kabinet Kerja 2014-2019 serta ahli waris dari para tenaga medis dan tenaga kesehatan yang gugur dalam menangani Covid-19.

Tanda kehormatan ini diberikan melalui Keputusan Presiden RI Nomor 118 dan 119/TK/TH 2020 tertanggal 6 November 2020.

Sarat konflik kepentingan

Pakar hukum tata negara pada Universitas Andalas Feri Amsari berpendapat, tanda kehormatan tersebut idealnya diberikan kepada hakim konstitusi yang sudah tidak menjabat, bukan hakim aktif.

"Menurut saya tidak ada masalah memberi hakim penghargaan cuma waktu saja tidak tepat. Sebaiknya penghargaan diberikan pada saat pensiun untuk menghindari konflik kepentingan," kata Feri saat dihubungi, Rabu (11/11/2020). 

Saat ini, ia menambahkan, MK tengah menangani permohonan judicial review sejumlah undang-undang yang dinilai kontroversial di tengah masyarakat, seperti UU Cipta Kerja dan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. 

Oleh karena itu, menurut Feri, pemerintah dan MK seharusnya dapat sama-sama menjaga independensi hakim konstitusi serta mencegah adanya konflik kepentingan. Sebab, ia khawatir, pemberian tanda kehormatan ini justru akan mengganggu independensi itu.

Baca juga: Bintang Mahaputera untuk 6 Hakim MK Dikhawatirkan untuk Amankan UU Cipta Kerja

"Pemberi dan penerima (bintang mahaputera) harus menjaga konflik kepentingan yang mungkin dibaca orang-orang berbeda," ujar Feri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat, Didominasi Gen Z

Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat, Didominasi Gen Z

Nasional
MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

Nasional
Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com