Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politik Dinasti Meningkat Tiap Pilkada, Pengamat Ingatkan Bahayanya

Kompas.com - 28/10/2020, 13:55 WIB
Ihsanuddin,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com -Pengamat politik dari Universitas Paramadina Arif Susanto menyebut praktik politik dinasti cendrung mengalami peningkatan jumlah setiap penyelenggaraan pilkada.

"Dalam tiga pilkada terakhir ada kecenderungan (politik dinasti) meningkat. Sekarang saja ada 124 kandidat terafiliasi dengan elite tertentu yang sedang menjabat, apakah di daerah atau di pusat," kata Arif dalam sebuah diskusi virtual, Rabu (28/10/2020).

Mengutip riset Nagara Institute, Arif merinci 124 kandidat itu terdiri dari 57 calon bupati dan 30 calon wakil bupati, 20 calon wali kota dan 8 calon wakil wali kota, serta 5 calon gubernur dan 4 calon wakil gubernur.

Baca juga: Satu Tahun Jokowi-Maruf: Kritik atas Munculnya Politik Dinasti

Arif mengatakan, jumlah kandidat yang berkaitan dengan politik dinasti terus meningkat karena ada kans menang yang besar.

"Hubungan kerabat dengan elite politik dinilai sebagai modal ampuh memenangkan kontestasi," kata dia.

Mengutip catatan peneliti Yoes Kenawas, ada 202 calon yang terkait dinasti politik pada pilkada 2015, 2017, dan 2018. Sebanyak 117 di antaranya keluar sebagai pemenang.

Arif mengatakan, setiap kerabat para pejabat memang mempunyai hak untuk mencalonkan diri dalam pemilu.

Ia juga tak sepakat jika hak politik mereka dicabut. Namun Arif menegaskan, publik harusnya lebih memahami bahaya dari dinasti politik.

"Yang perlu kita lihat adalah pemusatan kekuasaan di tangan jaringan patronase elite yang kemudian terkait fenomena korupsi," ujarnya.

Baca juga: Riset Nagara Institute: 124 Calon Kepala Daerah pada Pilkada 2020 Terkait Dinasti Politik

Dia memberi sejumlah contoh politik kekerabatan berujung korupsi. Misalnya, kasus suap proyek infrastruktur di Kutai Kartanegara pada Juli lalu. KPK menangkap Bupati Kutai Timur Ismunandar dan Ketua DPRD Kutai Timur Encek Unguria yang merupakan suami-istri.

Uang suap miliaran rupiah diduga akan digunakan untuk pemenangan Ismunandar di pilkada kali ini.

Lalu, ada kasus suap proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkab Kendari tahun 2017-2018. Kasus itu menyeret Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra dan Calon Gubernur Sulawesi Tenggara Asrun. Keduanya punya hubungan anak-ayah.

"Para kepala daerah seolah menjadi raja-raja kecil di banyak daerah yang mengekstraksi sumber-sumber keuangan daerah," ujarnya.

Baca juga: Bawaslu Sebut Dinasti Politik Berpotensi Langgar Aturan Politik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com