Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satu Pasal di Naskah UU Cipta Kerja Dihapus, Pakar Hukum: Memalukan

Kompas.com - 23/10/2020, 15:52 WIB
Ihsanuddin,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas Feri Amsari menilai pemerintah dan DPR telah melanggar undang-undang dengan menghapus salah satu pasal dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disahkan pada 5 Oktober 2020.

"Menghapus pasal (setelah UU disahkan di rapat paripurna) tidak boleh. Ini sudah sangat telanjang kesalahan formalnya. Ini memalukan," kata Feri kepada Kompas.com, Jumat (23/10/2020).

Feri menegaskan, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan jelas mengatur bahwa perubahan UU setelah pengesahan pada rapat paripurna hanya boleh dilakukan sebatas memperbaiki kesalahan pengetikan.

Baca juga: Penjelasan DPR soal Penghapusan Pasal dalam Draf UU Cipta Kerja Terbaru

Karena itu, Feri menyesalkan pemerintah dan DPR justru melakukan perubahan substansi berupa penghapusan pasal.

Sebelumya, perubahan substansi juga terjadi saat UU itu masih berada di DPR.

"Jadi ini semakin menambah rentetan permasalahan formalitas. UU ini cacat secara formil," kata Feri Amsari.

Feri juga menilai alasan pemerintah dan DPR yang melakukan penghapusan pasal itu sesuai kesepakatan rapat panitia kerja tidak masuk akal.

Ia menegaskan, harusnya semua kesepakatan di tingkat panja itu sudah dimasukkan seluruhnya ke naskah UU Cipta Kerja yang dibawa ke rapat paripurna pengesahan.

Baca juga: Hapus Satu Pasal di Naskah UU Cipta Kerja, Istana: Tak Ubah Substansi

Dengan begitu, pasca-rapat paripurna, tak ada lagi perubahan substansi dalam naskah yang telah disetujui bersama.

"Ketika DPR menyerahkan draf ke pemerintah, maka dianggap draf itulah yang disetujui bersama. Ternyata sampai ke Presiden diubah lagi. Nah ini yang tidak benar," kata dia.

Adapun, diketahui bahwa pasal yang dihapus adalah ketentuan pengubahan Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Dalam UU Cipta Kerja setebal 812 halaman yang diserahkan DPR ke Istana, ketentuan itu tertuang pada Pasal 40 angka 7 yang mengubah ketentuan Pasal 46 UU Minyak dan Gas Bumi.

Namun pasal itu tidak ada dalam UU Cipta Kerja terbaru versi 1.187 halaman yang diserahkan pemerintah ke ormas MUI, NU dan Muhammadiyah.

Baca juga: Tolak UU Cipta Kerja, Ketum PBNU Sebut Banyak Pasal Merugikan Masyarakat

Staf Khusus Presiden bidang Hukum Dini Purwono menyebut pasal tersebut dihapus sesuai dengan kesepakatan dalam rapat panitia kerja antara DPR dan pemerintah.

"Intinya pasal 46 tersebut memang seharusnya tidak ada dalam naskah final karena dalam rapat panja memang sudah diputuskan untuk pasal tersebut kembali ke aturan dalam UU existing," kata Dini saat dihubungi, Jumat (23/10/2020).

Halaman:


Terkini Lainnya

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com