JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Amnesty Internasional Indonesia Ari Pramuditya mengkritik rekomendasi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD supaya menambah kekuatan aparat pertahanan di Papua.
Rekomendasi penambahan pasukan tersebut diperuntukan bagi daerah-daerah di Papua yang belum terisi kantong-kantong pasukan militer.
"Setidaknya dari pernyataan (rekomendasi Mahfud) ini kami melihat pendekatan di lapangan adalah pendekatan keamanan, tetapi tidak bisa dipungkiri pendekatan keamanan ini menjadi salah satu jatuhnya korban dari warga sipil," ujar Ari dalam konferensi pers virtual, Kamis (22/10/2020).
Baca juga: Mahfud: Keliru Rakyat Minta TNI-Polri Ditarik dari Papua, yang Minta Itu KKB
Menurut Ari, alih-alih mengevaluasi pendekatan keamanan, pemerintah justru ingin menambah kekuatan aparat di Papua.
Padahal, kata dia, pendekatan keamanan yang diterapkan pemerintah selama ini justru kerap menimbulkan kasus kekerasan.
Ia menyatakan, pemerintah sebaiknya menempatkan persoalan Papua secara komprehensif supaya bisa melacak akar permasalahannya.
"Seharusnya pendekatannya tidak hanya kasuistis, apalagi berselang informasi yang parsial, tapi harus komprehensif melihat kondisi permasalahan di Papua secara utuh dengan mencari akar permasalahannya," kata dia.
Sementara itu, Kepala Divisi Pembelaan HAM Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Arif Nur Fikri mengatakan pemerintah dan DPR seharusnya segera mengevaluasi supaya kasus kekerasan di Papua terus berulang.
Selama ini, kata Arif, evaluasi pemerintah dan DPR hanya terjadi pada saat berhasil menanggulangi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
Akan tetapi, pemerintah dan DPR gagal memahami secara utuh siklus kekerasan yang berdampak langsung terhadap masyarakat Papua.
"Setidaknya momentum ini jadi proses evaluasi dari pemerintah dan DPR untuk melihat terkait keberadaan militer di Papua," ucap dia.
Baca juga: Marak Kasus Kekerasan di Papua, Ini Saran Bagi Pemerintah
Sebelumnya, Mahfud mengeluarkan rekomendasi agar daerah-daerah di Papua yang masih kosong dari aparat pertahanan organik supaya segera dilengkapi.
Rekomenasi itu keluar menyusul temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang menunjukkan adanya dugaan keterlibatan aparat dalam kasus penembakan Pendeta Yeremia Zanambani di Intan Jaya, Papua, Sabtu (19/9/2020).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.