Selain itu, Ma'ruf Amin juga mengakui bahwa realisasi sistem ekonomi syariah yang merupakan salah satu ajaran dalam agama Islam di bidang ekonomi tidaklah mudah.
Salah satu yang dialami bank dan lembaga keuangan syariah di Tanah Air adalah karena mereka belum mampu memberikan bantuan modal tanpa bagi hasil yang optimal.
Menurut Ma'ruf, hal itu karena dana-dana sosial yang terdiri dari zakat, infak, shadaqah (ZIS) masih sangat kecil.
Selain itu, mereka juga belum mampu memberikan pembiayaan tanpa jaminan, karena harus menjaga dana shahibul mal dari wanprestasi nasabah.
Baca juga: Kembangkan Ekonomi Syariah, Wapres Minta Dewan Syariah Nasional Terus Berinovasi
Selain mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah, tugas Ma'ruf lainnya sebagai Wakil Presiden adalah mengentaskan angka stunting di Tanah Air yang masih tinggi.
Pemerintah menargetkan angka stunting turun hingga 14 pada tahun 2024 dari saat ini sebesar 27 persen. Namun, Ma'ruf Amin menegaskan, target pemerintah menurunkan stunting hingga 14 persen pada 2024 bukan perkara mudah.
"Target itu sangat emosional, 14 persen dari 27 persen itu bukan sesuatu yang mudah, karena itu kita harus bekerja keras," ujar Wapres Ma'ruf Amin.
Baca juga: Menko PMK Sebut Pengentasan Stunting Perlu Kerja Sama untuk Cegah Tumpang Tindih
Ia mengatakan, perlu koordinasi antar lembaga agar penurunan stunting bisa berjalan optimal. Pemerintah pun merumuskan tim terpadu per wilayah untuk menekan angka stunting.
Tidak hanya soal stunting, target menurunkan angka kemiskinan sebesar 5 hingga 6 persen pada 2024 dari angka 9,2 persen juga menjadi target lainnya.
Apalagi adanya pandemi Covid-19 menyebabkan jumlah warga miskin baru bertambah.
Ma'ruf mengatakan, salah satu cara untuk dapat menurunkan stunting dan kemiskinan itu adalah dengan mengefektifkan dana desa yang sasarannya optimal.
"Kami sepakat melakukan evaluasi hal-hal yang memang belum tepat sasaran, supaya lebih tepat, lebih sesuai dengan keinginan program nasional, sesuai arahan Presiden untuk membuat desa lebih baik ke depan dari stunting, kemiskinan dan pemberdayaan," kata dia.
Baca juga: Wapres: Kemiskinan Meningkat jika Ketahanan Pangan Tak Diperkuat
Secara khusus, Wapres juga meminta Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memprioritaskan percepatan penurunan prevalensi stunting tersebut.
Meski telah terjadi penurunan prevalensi balita stunting dari 37,2 persen pada 2013 menjadi 27,67 persen pada 2019, tetapi angkanya masih tergolong tinggi.
Selain persoalan stunting, upaya pembangunan keluarga masih harus berhadapan dengan angka kematian ibu melahirkan, angka kematian bayi, dan imunisasi.
Angka Kematian Ibu melahirkan di Indonesia masih berkisar 305 per 100.000 kelahiran hidup.
Jumlah tersebut tertinggi dibandingkan negara ASEAN lain yang hanya berkisar pada 40 sampai 60 per 100.000 kelahiran hidup.
Angka Kematian Bayi (AKB) kurang dari 1 tahun di Indonesia pun masih tinggi, yaitu 24 per 1.000 kelahiran, jauh lebih besar dari Malaysia yang sebesar 6,7 per 1.000 kelahiran dan Thailand 7,8 per 1.000 kelahiran.
"BKKBN harus dapat menjawab tantangan pembangunan keluarga itu," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.