Dikebut hingga disahkan
Setelah itu, pembahasan RUU Cipta Kerja di DPR terus dikebut. Proses pembahasannya relatif berjalan mulus.
Untuk meloloskan RUU Cipta Kerja menjadi UU, anggota dewan sampai rela melakukan rapat maraton. Selama sekitar tujuh bulan pembahasan, rapat telah dilakukan sebanyak 64 kali, termasuk pada dini hari, akhir pekan, hingga saat reses.
Pembahasan pun selesai dan akhirnya RUU ini dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan sebagai UU pada 5 Oktober. Para buruh pun melakukan aksi untuk menolak pengesahan tersebut.
Baca juga: DPR Sahkan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja
Satu jam sebelum rapat paripurna dimulai, Presiden Jokowi sempat memanggil dua pimpinan serikat buruh ke Istana, yakni Presiden KSPI Said Iqbal dan Presiden KSPSI Andi Gani. Namun, pertemuan itu tak mengubah apapun.
Rapat paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU tetap digelar di Gedung DPR. Dalam rapat pengesahan itu, Fraksi Partai Demokrat dan PKS tetap pada sikapnya untuk menolak RUU sapu jagat itu.
Namun, suara dua fraksi tersebut kalah oleh tujuh fraksi lainnya yang mendukung RUU ini disahkan, yakni PDI-P, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PAN dan PPP.
Baca juga: Fraksi Demokrat Walk Out dari Rapat Paripurna Pengesahan RUU Cipta Kerja
Meski sempat terjadi interupsi dan walkout dari fraksi Demokrat, namun akhirnya RUU Cipta Kerja pun disahkan menjadi UU. Sementara di luar ruang sidang, buruh masih menggelar aksi unjuk rasa di berbagai daerah untuk menolak pengesahan tersebut.
Menuai penolakan
Setahun berlalu sejak pidato Jokowi soal Omnibus Law UU Cipta Kerja, aturan sapu jagat itu masih terus mendapat penolakan. Masyarakat, khususnya para buruh dan mahasiswa di berbagai daerah, turun ke jalan untuk memprotes UU yang dinilai bisa merugikan pekerja itu.
Aksi unjuk rasa itu kerap kali berujung bentrok dengan aparat kepolisian. Di Jakarta, sempat terjadi insiden perusakan sejumlah fasilitas umum seperti halte Transjakarta, namun pelaku perusakan saat ini masih menjadi misteri.
Baca juga: Serikat Pekerja: Kami Akan Terus Melawan sampai UU Cipta Kerja Dibatalkan
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan, buruh akan terus melanjutkan aksi unjuk rasa dalam rangka menolak Undang-Undang Cipta Kerja. Buruh menuntut Presiden Jokowi membatalkan UU Cipta Kerja itu dengan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).
"Ke depan aksi penolakan omnibus law oleh buruh akan semakin membesar dan bergelombang," kata Said dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (15/10/2020).
Said juga mengatakan, pihaknya berencana untuk mengajukan uji materi UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia mencatat banyak aturan yang merugikan buruh dalam UU Cipta Kerja. Misalnya upah Upah Minimum Kota/Kabupaten yang tak lagi menjadi kewajiban, serta dihapusnya Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota.
Selain itu, pemutusan hubungan kerja yang menjadi lebih mudah, jumlah pesangon yang berkurang, resiko pekerja dikontrak seumur hidup, serta outsorcing yang tak lagi dibatasi untuk bidang pekerjaan tertentu.
Baca juga: KSPI Tetap Minta Upah Minimum Naik pada 2021