JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mochamad Jasin menilai, hasil kinerja pimpinan KPK periode 2019-2023 yang diketuai Firli Bahuri menurun dibandingkan dengan pimpinan KPK periode-periode sebelumnya.
"Tidak seperti periode I sampai dengan IV, periode V ini merupakan suatu turning down dari usaha maksimal dari lembaga KPK ini dalam menangani aksus korupsi baik di bidang pencegahan maupun bidang penindakan," kata Jasin dalam acara diskusi bertajuk “Refleksi Satu Tahun Pengundangan UU KPK Baru: Menakar Putusan Akhir Uji Materi UU KPK", Sabtu (17/10/2020).
Baca juga: Minta MK Kabulkan Uji Formil UU KPK, Laode: Dengarkan Kata Hati, Dahulukan Keadilan
Jasin mengatakan, melempemnya kinerja penindakan KPK dapat dilihat dari kasus-kasus korupsi yang ditangani KPK tidak lagi menyasar aktor-aktor kelas kakap.
"Orang-orang yang ditangani tahu pelanggar pidana yang ditangani ini skalanya skala kecil, di bawah, paling tinggi adalah tingkat bupati dan wali kota. tidak seperti periode I sampai dengan IV," ujar Jasin.
Kinerja di sektor pencegahan juga dinilai tidak memuaskan. Sebab, menurut Jasin, belum ada perbaikan sistem secara menyeluruh demi mencegah terjadinya korupsi, khusunya di sektor perizinan.
Reformasi birokrasi, kata Jasin, baru dilakukan oleh beberapa instansi saja di tingkat pemerintah pusat.
Menurut Jasin, tidak efektifnya pencegahan yang dilakukan KPK itu turut dipengatuhi oleh kinerja penindakan KPK yang tidak menggigit.
"Dulu agak bisa berjalan di pembenahan sistem di saat KPK melakukan kajian sistem karena penindakannya cukup tegas, jadi khawatir instansi itu apabila tidak melaksanakan rekomendasi saran-saran KPK untuk melakukan perubahan sistem," ujar Jasin.
Baca juga: Sekjen: Tunjangan Transportasi Akan Dihapus jika Pimpinan KPK Terima Mobil Dinas
Jasin berpendapat, revisi UU KPK juga turut andil dalam pelemahan KPK karena UU KPK yang baru menempatkan KPK di bawha rumpun eksekutif sehingga lembaga antirasuah itu tidak lagi berstatus independen.
Oleh sebab itu, Jasin berharap Mahkamah Konstitusi dapat mengabulkan uji formil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 KPK yang ia yakini berdampak pada lesunya kinerja KPK dalam memberantas korupsi.
"Syarat-syarat untuk memenuhi dari aspek formilnya saja tidak terpenuhi apalagi yang materiil, yang saya singgung dampak riil dari pemberantasan korupsinya sangat-sangat menurun," kata dia.
Sejak disahkan oleh DPR pada September 2019 lalu, UU KPK hasil revisi digugat oleh sejumlah pihak ke Mahkamah Konstitusi.
Salah satu gugatan diajukan oleh pimpinan KPK masa jabatan 2015-2019. Mereka adalah Agus Rahardjo, Laode M Syarief, dan Saut Situmorang.
Baca juga: Polemik Mobil Dinas Pimpinan KPK Dianggap Tercela hingga Tak Berempati
Selain ketiga nama itu, gugatan dimohonkan sepuluh pegiat anti korupsi, antara lain eks pimpinan KPK Erry Riyana Hardjapamekas dan Mochamad Jasin serta beberapa nama lain, yaitu Betty Alisjahbana, Ismid Hadad, dan Tini Hadad.
Dalam petitum gugatannya, Agus dkk meminta agar MK menyatakan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK mengalami cacat formil dan cacat prosedural sehingga tidak dapat diberlakukan dan batal demi hukum.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.