Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK: Tak Perlu Ciptakan Narasi yang Bersifat Asumtif

Kompas.com - 14/10/2020, 09:16 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono meminta publik tak menciptakan narasi yang bersifat asumtif mengenai pengujian undang-undang di MK.

Fajar menegaskan bahwa putusan MK atas pengujian undang-undang bersifat final dan mengikat.

Hal ini ia sampaikan merespons munculnya pendapat yang menyebut bahwa dihapusnya Pasal 59 Ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK menyebabkan putusan MK tak lagi wajib ditindaklanjuti presiden dan DPR.

Baca juga: Revisi UU MK Hapus Ketentuan Tindak Lanjut Putusan, Begini Kata Pakar Hukum

"Tidak perlu menciptakan narasi-narasi yang bersifat asumtif," kata Fajar kepada Kompas.com, Selasa (12/10/2020).

Pasal 59 Ayat (2) semula tercantum dalam UU MK sebelum revisi atau UU Nomor 8 Tahun 2011. Pasal itu berbunyi, "Jika diperlukan perubahan terhadap undang-undang yang telah diuji, DPR atau Presiden segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang-undangan."

Ketentuan dalam Pasal 59 Ayat (2) itu dihapus dalam UU MK hasil revisi atau UU Nomor 7 Tahun 2020 yang disahkan DPR pada Selasa (1/9/2020) lalu.

Baca juga: DPR Persilakan Pihak yang Keberatan pada UU Cipta Kerja Gugat ke MK

Menurut Fajar, dihapusnya Pasal 59 Ayat (2) merupakan tindak lanjut pembentuk undang-undang atas Putusan MK Nomor 49/PUU-IX/2011.

Putusan itu berisi tentang hasil pengujian MK terhadap UU Nomor 8 Tahun 2011. Pengujian UU tersebut dimohonkan pada tahun 2011 oleh sejumlah tokoh hukum seperti Saldi Isra, Arief Hidayat, Zainal Arifin Mochtar, hingga Feri Amsari.

Putusan MK Nomor 49/PUU-IX/2011 menyatakan bahwa Pasal 59 Ayat (2) dalam UU MK Nomor 8 Tahun 2011 adalah inkonstitusional.

Oleh karenanya, dalam revisi UU MK terakhir atau UU Nomor 7 Tahun 2020, pasal tersebut dihilangkan.

Baca juga: MK: Pengujian UU Bukan Semata-mata untuk Menang

Fajar mengatakan, sebagaimana pertimbangan Majelis Hakim MK, Pasal 59 Ayat (2) dinyatakan inkonstitusional karena dinilai mereduksi makna final dan mengikat putusan MK.

Keberadaan frasa "jika diperlukan" dalam pasal tersebut dinilai berpotensi menimbulkan ketidakpastian, lantaran dapat memunculkan pemaknaan bahwa ada putusan MK yang perlu, ada pula yang tidak perlu.

"Padahal, semua putusan MK, terutama yang memuat legal policy baru, wajib untuk ditindaklanjuti oleh adressat (alamat) putusan, termasuk pembentuk UU," terang Fajar.

Oleh karenanya, Fajar menegaskan, penghapusan Pasal 59 Ayat (2) dalam UU MK hasil revisi telah sesuai dengan putusan MK.

Baca juga: MK Pastikan Putusannya Tetap Wajib Ditindaklanjuti Presiden dan DPR

Penghapusan pasal tersebut, kata dia, sama sekali tak mengubah sifat putusan MK yang final dan mengikat.

"(Pasal 59 Ayat 2) sudah dinyatakan inkonstitusional oleh MK sejak 2011, sekarang norma itu dihapus oleh pembentuk UU sebagau tindaklanjut putusan MK. Apa ada masalah? Nggak ada," ucap Fajar.

"UUD 1945 tegas menyatakan demikian, MK itu peradilan tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat mengikat," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com