JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pihak berencana mengajukan pengujian omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK) meskipun UU tersebut belum mendapat penomoran.
Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri MK, Fajar Laksono mengatakan, permohonan pengujian UU yang belum bernomor bisa saja dilakukan, tetapi permohonan menjadi tak punya obyek.
"Kalau mau mengajukan ya bisa aja, tapi berarti belum ada objek permohonannya, kan, masih UU nomor ... (sekian)," kata Fajar kepada Kompas.com, Selasa (13/10/2020).
Baca juga: Dua Permohonan Pengujian UU Cipta Kerja Sudah Diajukan ke MK
Fajar mengatakan, kemungkinan hakim MK akan memutuskan menolak pengujian undang-undang yang belum diberi nomor.
Sebab, undang-undang baru memiliki kekuatan hukum yang mengikat sejak UU tersebut diundangkan atau mendapat penomoran.
"Secara teori dan praktik, UU memiliki kekuatan mengikat secara hukum sejak diundangkan," kata Fajar.
Kendati demikian, Fajar menyebutkan, pihaknya siap untuk menangani perkara pengujian UU Cipta Kerja. Fajar pun memastikan MK bakal bersikap independen.
Baca juga: Prabowo: Kita Coba Dulu UU Cipta Kerja, Jika Tidak Bagus Bawa ke MK
Meski begitu, Fajar mengingatkan bahwa mengajukan pengujian undang-undang ke MK semestinya bukan semata-mata untuk menang, melainkan mencari keadilan.
Majelis hakim MK, kata dia, akan mengadili perkara sesuai dengan konstitusi. Oleh karenanya, baik pemohon perkara maupun pembentuk undang-undang diingatkan untuk menghormati apa pun putusan MK kelak.
"Mengajukan perkara ke MK berarti memercayakan sepenuhnya MK untuk mengadili. Jadi apapun putusannya kelak, atas nama hukum dan konstitusi, semua pihak harus menaati dan menghormatinya," kata Fajar.
Untuk diketahui, Undang-Undang Cipta Kerja disahkan melalui rapat paripurna DPR pada Senin (5/10/2020).
Pengesahan UU tersebut menimbulkan kontroversi karena pasal-pasal di dalamnya dinilai merugikan masyarakat, khususnya para pekerja atau buruh.
Baca juga: Jokowi Persilakan Ajukan JR UU Cipta Kerja ke MK, Pengamat: Klise!