(1) Keanggotaan tim sinkronisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (1) huruf d paling banyak 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota panitia kerja.
(2) Tim sinkronisasi bertugas menyelaraskan rumusan rancangan undang-undang dengan memperhatikan keputusan rapat kerja, rapat panitia kerja, dan hasil rumusan tim perumus dengan menteri yang diwakili oleh pejabat eselon I yang membidangi materi rancangan undang-undang yang sedang dibahas dan alat kelengkapan DPD jika rancangan undang-undang berkaitan dengan kewenangan DPD.
(3) Rapat tim sinkronisasi dipimpin oleh salah seorang pimpinan panitia kerja.
(4) Rancangan undang-undang hasil tim sinkronisasi dilaporkan dalam rapat panitia kerja untuk selanjutnya diambil keputusan.
Tanpa adanya draf hasil kerja tim perumus (timmus) yang dilaporkan ke rapat panja, berarti tim sinkronisasi (timsin) belum bekerja. Jika diklaim timsin sudah bekerja, lalu draf apa yang mereka selaraskan?
Lebih krusial lagi, tanpa hasil kerja timsin, panja memutuskan berdasarkan draf apa?
Ini karena berdasarkan Pasal 163 Huruf c Tatib DPR, salah satu acara dalam pengambilan keputusan pada akhir Pembicaraan Tingkat 1 adalah pembacaan naskah rancangan Undang-Undang.
Jadi wajib hukumnya ada naskah RUU yang dibacakan dan itu adalah naskah hasil kerja timmus dan timsin.
Ketentuan Tatib di atas juga sama dengan bunyi Pasal 104, 106 dan 108 dari Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pembentukan Undang-Undang.
Jika melihat proses di atas, jelas bahwa Pembicaraan Tingkat I untuk RUU Cipta Kerja ini belum selesai. Jadi, bukan hanya soal typo seperti yang diklaim sebelumnya. Ini soal Tatib DPR.
Jika Pembicaraan Tingkat I belum selesai tapi Pembicaraan Tingkat 2 (rapat paripurna) dipaksakan maka dokumen RUU-nya belum ada. Tulisan abcd-nya belum ada yang sah di Tingkat 1. Dokumennya boleh tebal tapi tidak ada tulisannya, alias kertas kosong.
Memang ada Pasal 151 ayat (2) Tatib DPR yang membolehkan mekanisme lain dalam Pembicaraan Tingkat I.
Namun, selama proses pembahasan RUU Cipta Kerja kemarin, mekanisme lain ini tidak pernah diputuskan oleh Baleg. Yang dipakai adalah mekanisme standar dalam Tatib DPR.
Dengan pelanggaran yang sangat fatal terhadap Tatib DPR di atas, Rapat Paripurna DPR pada 5 Oktober 2020 itu pemerintah dan DPR berarti menyetujui RUU Cipta Kerja yang berisi kertas kosong untuk disahkan.
Baca juga: UU Cipta Kerja Tak Memihak Pekerja
Paripurna memang pengambil keputusan tertinggi di DPR. Namun, dengan pelanggaran yang sangat fatal terhadap Tatib DPR di atas, Rapat Paripurna DPR pada 5 Oktober 2020 itu mengesahkan naskah RUU Cipta Kerja yang berisi kertas kosong.
Saya heran, kenapa teman-teman di DPR seceroboh ini dalam membahas RUU yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.