JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo menyebut banyak disinformasi dan hoaks sehingga membuat masyarakat menolak keras Undang-Undang Cipta Kerja.
Kepala Negara pun memaparkan sejumlah hoaks yang dimaksudkan sekaligus memberikan bantahan.
Kompas.com kemudian membandingkan hoaks yang dipaparkan Presiden Jokowi tersebut dengan isi draf UU Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR dan pemerintah pada Senin (5/10/2020).
Berikut rangkumannya:
Presiden Jokowi menegaskan, upah minimum di UU Cipta Kerja masih diberlakukan. Ia membantah ada penghapusan upah minimum provinsi (UMP), upah minimum kabupaten/kota (UMK), dan upah minimum sektoral provinsi.
Baca juga: Jokowi Sebut Upah Minimum Tetap Ada di UU Cipta Kerja, Ini Faktanya
Apabila membandingkan isi UU Cipta Kerja dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, ada sejumlah aturan yang berubah terkait upah minimum.
Salah satunya adalah dihapusnya Pasal 89 ayat 1 huruf (b) yang mengatur upah minimum sektoral. Penghapusan ini tercantum dalam Bab IV Ketenagakerjaan poin 26.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal menilai dihapusnya upah minimum sektoral ini merupakan bentuk ketidakadilan.
Sebab, sektor bisnis dengan penghasilan yang besar bagi negara akan memberi upah ke pekerja mengacu upah minimum regional.
"Sektor pertambangan seperti Freeport, Nikel di Morowali, dan lain-lainnya, nilai upah minimumnya sama dengan perusahaan baju atau perusahaan kerupuk," kata Said Iqbal.
Ketentuan UMP dan UMK tidak hilang, tetapi mengalami perubahan.
Baca juga: Jokowi Bantah Upah Minimum Dihitung Per Jam di UU Cipta Kerja, Bagaimana Faktanya?
Perubahan ini diatur dengan penambahan Pasal 88 C.
Dengan penambahan pasal baru ini, maka UMK bukan lagi suatu kewajiban yang harus ditetapkan. Gubernur hanya wajib menetapkan UMP.
Penetapan UMK juga harus memenuhi syarat meliputi pertumbuhan ekonomi daerah dan inflasi pada kabupaten/kota yang bersangkutan.
"Ini makin menegaskan kekhawatiran kami bahwa UMK ini hendak dihilangkan, karena tidak lagi menjadi kewajiban untuk ditetapkan," kata Said Iqbal.
Presiden Jokowi juga membantah isu tenaga kerja akan dibayar berdasarkan per jam. Ia menegaskan, skema itu masih menggunakan aturan lama.
Dalam draf UU Cipta Kerja memang tidak secara spesifik disebutkan soal upah per jam. Namun, ada penambahan Pasal 88 B terhadap UU Ketenagakerjaan.
Baca juga: Aturan Upah Per Jam Masuk RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
Pasal 88 B ayat (1) menyebutkan, upah ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan atau satuan hasil. Lalu, dalam Pasal 88 B ayat (2) juga dijelaskan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai upah satuan hasil dan waktu diatur dalam peraturan pemerintah.
Said Iqbal menilai, penambahan Pasal 88 B itu bisa menjadi dasar pembayaran upah per jam.
"Di mana upah yang dihitung per jam ini pernah disampaikan oleh Menteri Ketenagakerjaan, sebagaimana bisa kita telusuri kembali dari berbagai pemberitaan di media," kata dia.