Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Pakar, Penundaan Pilkada 2020 Tak Butuh Perppu Baru

Kompas.com - 21/09/2020, 16:57 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Desakan penundaan penyelenggaraan Pilkada 2020 terus muncul dari berbagai kalangan.

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan, penundaan pilkada mungkin dilakukan dengan adanya Pasal 201A Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 yang kini telah ditetapkan sebagai Undang-undang Nomor 6 Tahun 2020.

Oleh sebab itu, apabila pilkada benar-benar ditunda, kata Refly, hal ini cukup dituangkan dalam Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Cukup dengan Keputusan KPU. Tapi keputusan KPU itu berdasarkan kesepakatan tiga pihak, kesepakatan KPU, pemerintah dan DPR," kata Refly kepada Kompas.com, Senin (21/9/2020).

Baca juga: Ketua DPP PKS: Tunda Pilkada jika Kondisi Masih Seperti Ini

Refly mengatakan, penundaan pilkada tak perlu Perppu baru. Sebab, Perppu 2/2020 sendiri telah menjadi dasar hukum yang membuka opsi penundaan pelaksanaan pilkada.

Pasal 201A Ayat (2) UU 6/2020 menyebutkan bahwa pemungutan suara serentak yang sempat tertunda akibat bencana non-alam dilaksanakan pada Desember 2020.

Namun demikian, Pasal 201A Ayat (3) UU 6/2020 mengatakan, "Dalam hal pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana non-alam sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berakhir, melalui mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122A".

Adapun Pasal 122A Ayat (2) berbunyi, "Penetapan penundaan tahapan pelaksanaan pemilihan serentak serta pelaksanaan pemilihan serentak lanjutan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilakukan atas persetujuan bersama antara KPU, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat".

Dengan adanya aturan ini, kata Refly, kesepakatan penundaan pilkada cukup disetujui KPU, pemerintah dan DPR.

Baca juga: Waketum PKB: Pilkada Tidak Perlu Ditunda, Rakyat Akan Menderita

"Kesepakatan itu bentuknya mungkin surat keputusan bersama, lalu kemudian surat keputusan bersama itu dituangkan dalam Keputusan KPU, atau langsung Keputusan KPU," ujar Refly.

"Pokoknya intinya adalah kesepakatan antara tiga pihak, tiga institusi. Aturan lebih lanjutnya tentu KPU karena pelaksana," lanjut dia.

Refly mengatakan, apabila pilkada kembali ditunda, sebaiknya keputusan KPU memuat batas waktu penundaan. Hal ini demi menjamin kepastian waktu pelaksanaan pilkada.

"Barangkali kalau mau ditunda ya tunda mungkin enam bulan ke depan, begitu menjelang enam bulan ternyata masih bermasalah, tunda lagi," kata Refly.

Untuk diketahui, tahapan Pilkada 2020 tetap digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) di tengah pandemi Covid-19.

Baca juga: Polisi Janji Tindak Tegas Pelanggar Maklumat Kapolri soal Pilkada

Pilkada diketahui digelar di 270 wilayah di Indonesia, meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.

Selama pertengahan Maret hingga Juni 2020, tahapan Pilkada sempat ditunda akibat pandemi virus corona. Terhitung 15 Juni 2020, tahapan kembali dilanjutkan.

Hari pemungutan suara Pilkada rencananya akan dilaksanakan secara serentak pada 9 Desember.

Namun demikian, seiring dengan perkembangan pandemi Covid-19 di Tanah Air, banyak pihak yang mendesak agar Pilkada ditunda. Desakan itu datang dari para pegiat pemilu hingga organisasi masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com