JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Presiden sekaligus Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla menilai partisipasi pemilih bisa menurun drastis jika Pilkada 2020 tetap digelar di tengah pandemi Covid-19.
Ia mencontohkan negara-negara lain yang menggelar Pemilu di tengah pandemi Covid-19 seperti Australia, Perancis, dan Iran yang tingkat partisipasi pemilihnya menurun.
"Angka statistik ini jelas menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara penyakit yang merebak dan membahayakan, serta khususnya penyebaran Covid-19 sekarang, dengan persentase jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya," kata Kalla dalam opini yang ditulis untuk Harian Kompas, Senin (21/9/2020).
Baca juga: Jusuf Kalla: Jika Pilkada Membuat Rakyat Sakit, untuk Apa Disegerakan?
Di Queensland, Australia, pemilu diadakan pada 28 Maret dengan tingkat partisipasi 77,3 persen. Angka itu lebih rendah daripada sebelumnya yakni 83 persen.
Sementara itu tingkat partisipasi pemilih pada pemilihan lokal di Perancis yang diselenggarakan pada Maret hanya sebesar 44,7 persen. Angka itu lebih rendah daripada pemilihan lokal sebelumnya yakni sebesar 63 persen.
Adapun Pemilu di Iran yang berlangsung di tengah pandemi Covid-19 juga turun tingkat partisipasinya menjadi 40 persen.
Kalla mengatakan, angka itu merupakan yang terendah sejak revolusi Iran pada 1979.
Baca juga: Jusuf Kalla Sebut Pemerintah Harus Tegas Menjatuhkan Sanksi kepada Pelanggar PSBB
Padahal, lanjut Kalla, tingkat partisipasi pemilih menunjukkan kuatnya legitimasi pemimpin dalam menjalankan pemerintahannya.
Semakin banyak pemilih, maka sang pemimpin secara tak langsung memiliki legitimasi yang kuat ketika menjalankan pemerintahannya.
Untuk itu, Kalla mengusulkan penundaan Pilkada Serentak 2020 hingga vaksin Covid-19 ditemukan dan dirasakan efektivitasnya setelah proses vaksinasi massal.
Ia menilai Pilkada 2020 bahkan bisa ditunda hingga Juni 2021 tanpa mengganggu kinerja pemerintahan daerah lantaran adanya Pelaksana Tugas (Plt) kepala daerah.
Baca juga: Saat Desakan Penundaan Pilkada 2020 Kian Menguat...
"Kita ingin rakyat agar menentukan siapa yang menjadi pemimpin mereka. Dan pemimpin itulah orang yang membuat kebijakan agar rakyat bisa hidup aman, sejahtera, adil, kesehatan terjaga, mengurangi risiko kematian, mengenyam pendidikan yang baik, dan sebagainya," kata Kalla.
"Namun kalau dalam proses pemilihan pemimpin itu sudah jelas-jelas justru bisa membuat rakyat sakit bahkan bisa meninggal, buat apa kita mendesakkan menyelenggarakan pemilihan tersebut," ujar dia.
Baca juga: Jusuf Kalla: Kalau Pandemi Diselesaikan, Ekonomi Lancar
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.