Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog: Kembalikan Penanganan Covid-19 kepada Kemenkes

Kompas.com - 17/09/2020, 19:48 WIB
Icha Rastika

Editor

Sumber Antara

JAKARTA, KOMPAS.com - Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Pandu Riono menyarankan agar pemerintah mengembalikan penanganan Covid-19 seluruhnya pada sistem pemerintahan yaitu sistem yang dipimpin Kementerian Kesehatan.

Pandu dalam diskusi daring Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju (DN-PIM) bertajuk "Laju Pandemi Tak Terkendali, Langkah Apa Yang Harus Diperbaiki?" di Jakarta, Kamis (17/9/2020) mengatakan bahwa Kementerian Kesehatan lebih berpengalaman dalam menangani masalah penyakit terlebih wabah penyakit mulai dari kejadian luar biasa, wabah, hingga pandemi.

Sementara itu, pembentukan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 atau Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional hanya merupakan tim ad hoc yang tidak memiliki kompetensi dan pengalaman dalam menangani masalah kesehatan di negeri ini.

Baca juga: Epidemiolog Pertanyakan Langkah Jokowi Tunjuk Luhut Tangani Covid-19 di 9 Provinsi

Pandu menyarankan agar Kepala Negara yakni Presiden Joko Widodo memimpin sendiri penanganan Covid-19 di Indonesia dengan dibantu oleh para pembantunya yakni para menteri dan kementerian-lembaga yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya agar penanganan pandemi di Indonesia bisa berjalan secara sistematis.

Pandu mengkritik pemilihan Kepala BNPB Doni Monardo sebagai Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 dan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan untuk menangani masalah Covid-19 di sembilan provinsi.

Dia berpendapat bahwa pemilihan tersebut hanya berdasar pada asumsi dan tokoh yang dipilih tidak memiliki latar belakang kesehatan, terlebih pengalaman untuk menangani pandemi.

Akademisi dari FKM UI tersebut menilai, penanganan Covid-19 yang dilakukan oleh Gugus Tugas selama enam bulan ini tidak memiliki kemajuan perkembangan yang positif, malahan kasus Covid-19 cenderung meningkat dari hari ke hari.

"Karena enam bulan ini belum ada kemajuan perbaikan, ya harap mawas dirilah. Dekati dengan sistem pemerintahan, lewat Kementerian Kesehatan yang memang tupoksinya. Kementerian itu digunakan lebih cepat untuk merespons pandemi, kalau pembantu Presiden tidak bisa kerja, atau bermasalah, Presiden punya hak prerogratif untuk menggantinya," kata Pandu.

Ia berpandangan, pemilihan Menko Maritim dan Investasi untuk mengatasi penanganan Covid-19 di sembilan provinsi merupakan keputusan yang tidak berdasar dan tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kementerian bersangkutan.

Baca juga: Saat Luhut Ikut Ditugaskan Tangani Covid-19 di 9 Provinsi...

 

Di satu sisi, ia menilai Presiden tidak mempercayai Menteri Kesehatan dalam menangani pandemi di Indonesia.

Dia menilai, bila penanganan Covid-19 di Indonesia masih dilakukan dengan cara seperti ini, permasalahan pandemi Covid-19 di Indonesia akan berkepanjangan, terlebih dampak yang ditimbulkan setelahnya bahkan hingga masa jabatan Presiden Joko Widodo habis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com