JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Polri mengatakan, pengamanan swakarsa seperti yang diatur dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020 tidak ada hubungannya dengan Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa atau Pam Swakarsa pada 1998.
Adapun Pam Swakarsa pada periode sebelumnya merupakan kelompok sipil bersenjata tajam yang dibentuk untuk membendung aksi mahasiswa sekaligus mendukung Sidang Istimewa MPR (SI MPR) tahun 1998.
“Ini mengukuhkan apa yang sudah ada, cuma pergantian pakaian satpam saja dari warna biru menjadi cokelat. Yang biru dipakai satkamling,” ucap Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Kamis (17/9/2020).
Baca juga: Polri Sebut Pengamanan Swakarsa Bukan Hal Baru, Dikukuhkan Peraturan Kepolisian
“Tidak ada kita kok ditarik lagi ke 1998, tidak ada, selama ini kan juga kondusif toh,” kata.
Menurut dia, aturan pada tahun 2020 tersebut mengukuhkan keberadaan pengamanan swakarsa yang sudah ada saat ini.
Dalam peraturan yang diteken Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis tersebut dituliskan, pengamanan swakarsa terdiri dari satuan pengamanan (satpam) dan satuan keamanan lingkungan (satkamling).
Selain itu, pengamanan swakarsa dapat berasal dari kearifan lokal atau pranata sosial, misalnya,pecalang di Bali, kelompok sadar keamanan dan ketertiban masyarakat, serta siswa dan mahasiswa bhayangkara.
Polri kemudian bertugas membina para anggota yang termasuk pengamanan swakarsa tersebut.
Menurut dia, fokus dari peraturan itu terletak pada perubahan seragam satpam yang kini menjadi warna coklat menyerupai seragam polisi.
Baca juga: Polri Janji Tindak Tegas Penyalahgunaan Seragam Coklat Satpam
Awi mengatakan, aturan tersebut diterbitkan dengan pertimbangan terbatasnya anggota kepolisian dibandingkan jumlah masyarakat.
Maka dari itu, Polri berharap dengan adanya pengamanan swakarsa dapat membantu fungsi kepolisian di lapangan.
“Misalnya kita lihat mereka jaga di bank, perkantoran, dengan seragam coklat mirip polisi kan timbul efek deteren, minimal kalau orang mau niat melakukan kejahatan kan bisa kita cegah dengan kehadiran mereka di lapangan,” ucap dia.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) sebelumnya mengkritik soal pengamanan swakarsa dalam peraturan kapolri.
Ketua YLBHI Asfinawati mengatakan, pengamanan swakarsa tersebut mengingatkan pada zaman Orde Baru.
“Ini juga mengingatkan kita sama Orde Baru yaitu Pamswakarsa,” tutur Asfinawati ketika dihubungi Kompas.com, Kamis.
Baca juga: Kapolri Atur Batas Usia Pensiun Satpam Perorangan dan Purnawirawan TNI-Polri
Menurut dia, mereka yang termasuk dalam pengamanan swakarsa akan mendapat wewenang lebih.
Ia menilai, peraturan baru tersebut terkesan seperti “mempersenjatai” rakyat. Padahal, dalam UUD 1945 disebutkan bahwa penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat adalah polisi.
Selain itu, Asfinawati berpendapat, kekuasaan polisi akan semakin luas sehingga rawan penyalahgunaan.
“Kekuasaan polisi akan makin luas karena punya kepanjangan tangan. Penyalahgunaan akan besar banget dan siapa pun yang beri legitimasi itu akan punya kekuasaan kepada yang disebut di sini,” kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.