Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PKPU Dinilai Berpotensi Picu Kerumunan, KPU Berargumen Sudah Sesuai UU

Kompas.com - 15/09/2020, 19:01 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberikan alasan mengapa ada dasar hukum Pilkada 2020 yang berpotensi memberikan celah untuk berkumpulnya massa di saat pandemi.

Dasar hukum yang menjadi sorotan antara lain tertuang dalam Pasal 59 dan Pasal 63 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pilkada dalam Kondisi Bencana Non Alam Covid-19.

Menurut Komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, dasar hukum pilkada yang tertuang dalam PKPU itu berlandaskan ketentuan pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pilkada.

Baca juga: KPU: Ada Kecenderungan Jumlah Paslon Tunggal di Pilkada Terus Naik

"Terkait dengan PKPU yang ada kaitannya dengan protokol kesehatan misalnya Pasal 63 Ayat 1, sekali lagi KPU menginginkan banyak peraturan baru, banyak terobosan baru yang jauh lebih progresif dari apa yang bisa dirumuskan," ujar Raka Sandi dalam webinar bertajuk "Evaluasi Penerapan Protokol Kesehatan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 dalam Pemilihan Serentak 2020", Selasa (15/9/2020).

"Tapi, tentu semua itu (aturan yang memicu massa berkumpul) bisa ada di PKPU karena memang ada ketentuan peraturan undang-undang yang mengatur bagaimana proses-proses dan substansi. Jadi berdasarkan UU (UU Pilkada)," tutur Raka Sandi.

Sebagaimana diketahui, dua pasal dalam PKPU 10 menuai kritik dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19. Sebab, aturan pada dua pasal itu dikhawatirkan berpotensi menghadirkan banyak orang.

Pada Pasal 59, diatur tentang debat publik yang membolehkan 50 pendukung hadir.

Baca juga: Satgas Covid-19 Temukan Aturan Pilkada yang Berpotensi Memicu Kerumunan Massa

Masih dari PKPU yang sama, Pasal 63 mengatur tujuh jenis kegiatan yang tidak melanggar larangan kampanye dan ketentuan UU. Antara lain, tidak dilarang melakukan konser musik.

Raka Sandi melanjutkan, dalam UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016, sudah diatur pula bentuk-bentuk kampanye.

Sehingga, KPU tentu tidak bisa mengubah atau meniadakannya.

"Maka selain kampanye tatap muka secara langsung dalam bentuk terbatas, termasuk kampanye jenis lainnya, kami mendorong pemanfaatan teknologi informasi," ucap Raka Sandi.

Namun, dia mengungkapkan, KPU saat ini sedang merumuskan pengaturan-pengaturan yang lebih detail dalam Perubahan PKPU Nomor 4 Tahun 2017 tentang Kampanye Pilkada.

Baca juga: KPU: Ada 25 Daerah Penyelenggara Pilkada dengan Bakal Paslon Tunggal

Pihaknya berharap, aturan-aturan yang baru nanti dapat menguatkan upaya dalam mencegah potensi penularan Covid-19 pada saat kampanye.

"Mudah-mudahan ini bisa memberikan penguatan terhadap aspek kampanye nanti dari segi pelaksanaannya, dari segi upaya untuk pencegahan penularan, atau dari aspek sanksi," ucap Raka Sandi.

Sebelumnya, dalam webinar yang sama, Satgas Penanganan Covid-19 menyoroti peraturan Pilkada 2020 yang berpotensi memicu kerumunan massa.

Hal itu disampaikan Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Wisnu Widjaja yang mewakili Ketua Satgas Covid-19 Doni Monardo.

Wisnu menyebutkan, aturan-aturan yang dimaksud ada di dalam Peraturan PKPU Nomor 10 Tahun 2020.

Dia mengungkapkan, di PKPU tersebut ada aturan perihal debat publik dan diperbolehkannya konser musik.

Untuk diketahui, Pilkada 2020 digelar di sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.

Semula, hari pemungutan suara Pilkada akan digelar pada 23 September. Namun, akibat wabah Covid-19, hari pencoblosan diundur hingga 9 Desember 2020.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com