JAKARTA, KOMPAS.com - Tepat pada hari ini, 16 tahun yang lalu, pejuang Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib meninggal dunia. Munir diracun dalam penerbangan menuju Amsterdam, Belanda, pada 7 September 2004 pagi.
Pria yang biasa disapa Cak Munir itu meninggal dalam perjalanan saat akan melanjutkan studinya di Belanda.
Ia meninggal di penerbangan pesawat Garuda Indonesia, GA-974 tujuan Jakarta-Amsterdam yang transit di Singapura.
Hasil autopsi menunjukan terdapat jejak senyawa arsenik yang membuatnya mengembuskan napas terakhir.
Munir meninggal pukul 08.10 waktu setempat, atau dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schiplol, Amsterdam, Belanda.
Baca juga: Pengungkapan Kasus Kematian Munir yang Jadi Ujian Sejarah...
Melansir dokumen Harian Kompas yang terbit pada 8 September 2004, Munir menjalani penerbangan GA-974 berangkat dari Jakarta pada Senin, 6 September 2004 malam sekitar pukul 21.55 WIB.
Pesawat yang dtumpanginya tersebut kemudian transit di Bandara Changi, Singapura, pada pukul 00.40 waktu setempat.
Selang 30 menit kemudian, pesawat melanjutkan perjalanan dan lepas landas menuju Amsterdam sekitar pukul 01.50 waktu setempat.
Usai tiga jam pasca-melanjutkan penerbangan dari Bandara Changi, Munir yang duduk di kursi 40G tiba-tiba merasa sakit dan beberapa kali harus ke toilet.
Baca juga: 16 Tahun Terbunuhnya Munir, Komnas HAM Usul 7 September Jadi Hari Perlindungan Pembela HAM
Seorang pramugara senior bernama Najib yang mengetahui adanya salah satu penumpang sakit, kemudian ia melaporkan kejadian tersebut ke pilot Pantun Matondang.
Saat Munir mulai merasa sakit, terdapat salah satu penumpang yang yang merupakan seorang dokter memberikan pertolongan kepada Munir.
Bahkan, Munir sempat dipindahkan ke sebelah kursi yang ditumpangi dokter tersebut, yang berada di bangku nomor 1J.
"Menurut laporan, keadaan Pak Munir masih tenang, tapi dua jam menjelang pesawat mendarat di Schiplol, Pak Munir meninggal," ujar Kepala Komunikasi Perusahaan PT Garuda Indonesia saat itu, Pujobroto, seperti dilansir Harian Kompas.
Pesawat tiba di Bandara Schiphol sekitar pukul 10.00 waktu setempat. Setibanya di bandara, seluruh penumpang tidak diperbolehkan turun akibat adanya peristiwa kematian penumpang.
Baca juga: Pertemuan Pertama, Munir Membuka Mata Hati Yati Andriyani soal Pelanggaran HAM
Kemudian, sekitar 10 petugas polisi militer merangsek ke dalam pesawat. Petugas tersebut kemudian menanyai sejumlah penumpang, pramugari, dan pilot Pantun Matondang.
Usai 20 menit melakukan pemeriksaan, polisi militer kemudian mempersilakan para penumpang turun
Jenazah pria kelahiran Batu, Malang, Jawa Timur, kemudian dibawa turun. Jenazah Munir masih dalam penanganan otoritas bandara.
Baca juga: Kios Kecil dan Sayup Suara Dokumen TPF Pembunuhan Munir
Kemudian, petugas melakukan autopsi.
Kini, setelah belasan tahun peritiwa kelam itu terjadi, ternyata masih menyisakan tabir. Pasalnya, hingga kini belum diketahui fakta yang menjabarkan secara pasti mengenai kronologi kematian Munir.
Namun, petunjuk Munir tewas diracun nampak terlihat pasca-pesawat yang ditumpanginya transit di Bandara Changi atau pada saat pesawat lepas landas melanjutkan penerbangannya menuju Negeri Kincir Angin.
Baca juga: Suciwati dan Ruang-ruang Kengerian yang Dilaluinya Bersama Munir...
Kenapa Munir memilih pesawat Garuda Indonesia?
Keputusan suami Suciwati memilih pesawat Garuda Indonesia dalam penerbangannya ke Belanda tanpa alasan.
Pendiri Imparsial dan aktivis Kontras ini memilih pesawat tersebut dengan alasan agar bisa berkontribusi terhadap devisa negara.
"Karena akan memberikan devisa bagi negara," demikian alasan Munir, seperti dikemukakan staf Imparsial, Irma, dalam film dokumenter Kiri Hijau Kanan Merah (2009) yang diproduksi WatchDoc.
Baca juga: Idealisme Munir dan Ironi Kematian di Pesawat Garuda...
Faktor devisa yang menjadi alasan tersebut juga menandaskan, bahwa Munir merupakan sosok yang sarat idealisme. Dari idealisme itu yang mengantarkannya untuk mengambil keputusan menggunakan pesawat Garuda Indonesia.
Selain karena alasan devisa, Munir disebut juga merasa nyaman menggunakan pesawat tersebut.
"Dia bilang lebih aman untuk menggunakan pesawat Garuda," ujar eks sekretaris Munir, Nunung, dalam film tersebut.
Namun demikian, tak ada yang menyangka bahwa idealisme itu juga yang kelak mengantarkannya ke pusara terakhir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.