JAKARTA, KOMPAS.com - Kios kecil di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, itu sudah penuh sesak dengan puluhan anak muda.
Kursi yang terbatas membuat sebagian besar orang berdiri berdesakan. Bahu mereka saling bersentuhan.
Bahkan, pengunjung kios yang datang belakangan harus rela tak kebagian tempat dan menunggu di luar.
Kendati demikian, mereka tetap menyimak dengan saksama saat ringkasan eksekutif dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib dibacakan.
Acara pembacaan dokumen TPF di Kios Ojo Keos, Sabtu (7/9/2019), itu menjadi peringatan 15 tahun kasus aktivis HAM itu dibunuh.
Namun, hingga kini penuntasannya masih gelap.
Suciwati, istri Munir, saat membuka acara sempat berseloroh, "Kemudian kita bertanya, berapa tahun lagi kasus ini dituntaskan?".
Nada bicara dan raut wajahnya tegas, sekaligus geram saat mengucapkan kalimat itu.
Puluhan lembar ringkasan eksekutif itu dibacakan secara bergantian oleh anak-anak muda pegiat HAM.
Pada intinya, dokumen TPF itu berisi rekomendasi agar kasus kembali dibuka untuk mencari dalang atau aktor intelektual dalam kasus pembunuhan Munir.
Dokumen hilang
Dokumen TPF sempat menjadi polemik pada 2016 lalu.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.