JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan, berbagai perubahan tentang ketenagakerjaan dalam draf Omnibus Law RUU Cipta Kerja banyak merugikan para pekerja.
Salah satu catatan YLBHI, yaitu RUU Cipta Kerja berpotensi melanggengkan sistem kerja kontrak seumur hidup bagi pekerja.
"Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) ditentukan sesuai kesepakatan para pihak. Ketentuan ini dapat melanggengkan sistem kerja kontrak seumur hidup yang memaksa pekerja menerima klausul sepihak dari pengusaha dan pekerja tidak memiliki posisi tawar," kata Asfin saat dihubungi, Rabu (19/8/2020).
Baca juga: Kajian Amnesty Terkait RUU Cipta Kerja: Hilangnya Hak Cuti Berbayar hingga Turunnya Upah
Sebabnya, Pasal 59 dalam UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dihapus melalui RUU Cipta Kerja.
Pasal 59 mengatur ketentuan perpanjangan masa kontrak bagi pekerja.
Pasal tersebut menyatakan bahwa pekerja kontrak hanya dapat diadakan untuk paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun.
Setelah itu, bisa dilakukan pembaharuan sebanyak satu kali untuk jangka waktu paling lama dua tahun.
Sementara itu, pada Pasal 56 diubah bunyinya bahwa jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak.
Baca juga: Pembentukan Tim Perumus RUU Cipta Kerja, KASBI Nilai Hanya untuk Tutupi Kekeliruan
Aturan tentang perjanjian kerja ini dinilai berpotensi merugikan pekerja karena relasi kuasa yang timpang dalam pembuatan kesepakatan.
Asfin menyebut, RUU Cipta Kerja justru makin melegitimasi ketidakpastian terhadap hak-hak pekerja.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan