Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satgas Covid-19 Sebut Rapid Test Masih Diperlukan Meski Tak Akurat

Kompas.com - 18/08/2020, 20:29 WIB
Ihsanuddin,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengakui, rapid test tak selalu akurat dalam mendeteksi virus corona (Covid-19).

Kendati demikian, ia menilai, rapid test masih diperlukan karena keterbatasan alat PCR test.

Rapid test digunakan hanya untuk screening awal di dalam pemeriksaan Covid-19.

"Rapid test ini digunakan hanya untuk screening, bukan untuk diagnostik. Dengan mengetes antibodi saja," kata Wiku dalam konferensi pers dari Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (18/8/2020).

Baca juga: Kontak dengan Guru SMP Positif Corona, Perempuan Ini Rapid Test-nya Nonreaktif, Swab-nya Positif

Wiku mengatakan bahwa setiap metode pemeriksaan memiliki kekurangan, termasuk alat rapid test.

Ia mengakui, alat rapid test ini bisa memberikan hasil false negative atau false positive.

"Situasi ini terjadi karena antibodi butuh waktu untuk diproduksi setelah gejala muncul dan hasil positif dari rapid test bisa menunjukkan infeksi lain juga," ujar dia.

Meski tak akurat, Wiku menyebut alat ini masih dibutuhkan mengingat keterbatasan kapasitas PCR test saat ini.

Pemerintah masih menggunakan alat ini untuk screening awal, terutama untuk tes yang dilakukan secara massal dan acak. Apabila hasilnya reaktif, maka baru dilanjutkan dengan swab test.

Baca juga: Wali Kota Serang: Kalau Gurunya Takut Rapid Test, Gimana Muridnya?

"Rapid masih digunakan karena kita masih menghadapi keterbatasan kapasitas test untuk PCR swab test. Di tengah situasi yang terbatas ini, kami melihat bahwa metode ini masih proper untuk digunakan," kata dia.

Wiku menambahkan, saat ini Indonesia juga sudah mampu memproduksi alat PCR dan rapid test secara mandiri.

Ia mengklaim hasil produksi dalam negeri memiliki tingkat akurasi yang tinggi.

"Indonesia memproduksi PCR dan rapid test tools secara mandiri, dengan akurasi yang tinggi dengan pusat produksi di Bandung," kata Wiku.

Baca juga: Cegah Kembali Kasus Covid-19, Mal AEON BSD Antar Jemput Karyawan hingga Rapid Test Berkala

Aktivis Indonesia Corruption Watch ( ICW) sebelumnya meminta pemerintah untuk menghentikan pembelian alat rapid test terkait Covid-19 yang dinilai tak akurat dan menciptakan pemborosan.

"Kalau seandainya pemerintah menggunakan perspektif atau meminta pandangan dari para ahli yang paham epidemiologi dan lain-lain, seharusnya rapid test ini tidak dibeli lagi agar tidak terjadinya pemborosan," kata peneliti ICW Wana Alamsyah dalam sebuah diskusi, Rabu (12/8/2020).

Sejak awal pengadaan alat rapid test sudah dikritik lantaran alat tes cepat itu, khususnya yang diimpor dari China, dinilai memiliki tingkat akurasi yang rendah, yakni 30 persen.

ICW mencatat, hingga 19 Juli 2019, jumlah alat rapid test yang telah didistribusikan mencapai 2.344.800 unit dengan nominal belanja sebesar Rp 569 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com