Namun, menurut dia, cara bangsa ini dalam menanamkan nilai-nilai pancasila kepada rakyatnya, terutama kepada generasi mudanya belumlah tegas.
Sebab, pada masa sekarang tidak ada lagi mata pelajaran wajib tentang Pancasila di sekolah-sekolah. Ini akan mengakibatkan ideologi transnasional lainnya dapat bekerja secara sistematis di Indonesia.
“Misalnya, ideologi ekstrimisme keagamaan, ada survei mengatakan bahwa 19,4 persen aparatur sipil negara (ASN) sudah tidak setuju lagi negara pancasila,” jelas Basarah.
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) merupakan satu lembaga yang berperan penting dalam merumuskan kebijakan pembinaan ideologi Pancasila.
FX Adji mengatakan, ada lima pekerjaan rumah BPIP pada masa sekarang, yakni teknologi informasi, materi, metode, konstruksi pikir milenial, dan perkembangan globalisasi.
“Pertama, teknologi informasi. Bagaimana kami bisa mengguanakan teknologi informasi untuk membumikan atau menitiktegaskan pancasila dalam kehidupan masyarakat," ujar Adji.
Lalu, kedua, lanjut Adji, adalah materi. Jadi, bagaimana caranya BPIP dapat menghasilkan materi yang mengasyikkan dan tepat sasaran terutama ke generasi milenial.
Ketiga, yakni tentang metode yang berkaitan tentang bagaimana cara menyajikan dan mengomunikasikan ideologi Pancasila ke generasi masa kini.
Baca juga: Di Era Digital, Perlu Strategi Tepat Kenalkan Pancasila pada Generasi Milenial
“Keempat, kontruksi pikir milenial. Kami harus memahami bahwa masyarakat adalah subyek dan bukan obyek. Oleh karena itu, kami harus tahu cara pikir mereka sehingga penyampaian materi Pancasila pun tepat sasaran,” jelasnya.
Terakhir ada faktor globalisasi pada poin kelima. Ideologi transnasional menjadi pekerjaan besar BPIP untuk bagaimana menyajikan Pancasila agar menjadi lebih menarik, lebih konkret, dan lebih mengena dalam kehidupan masyarakat.
Di lain sisi, Basarah mengatakan bangsa Indonesia akan menjadi bangsa besar jika masyarakatnya berpijak dan berdiri teguh pada falsafah Pancasila.
“Agar falsafah kokoh, ada tiga syarat yang saya kira bisa dipenuhi. Pertama, bangsa Indonesia harus menganggap Pancasila sebagai kebenaran yang final, ada rasa memiliki, dan ada kepercayaan bahwa Pancasila adalah ideologi bangsa Indonesia,” terang Basarah.
Baca juga: Tantangan di Masa Depan dan Upaya Merawat Ideologi Pancasila
Kedua, lanjutnya, masyarakat harus memahami Pancasila. Untuk memahami, maka masyarakat perlu mempelajari nilai-nilai Pancasila secara komprehensif sehingga penghapusan mata pelajaran wajib tentang Pancasila merupakan sesuatu yang tidak selaras dengan kebutuhan nilai-nilai Pancasila.
“Ketiga, Pancasila harus diamalkan. Pada saat proses internalisasi Pancasila, saya kira bukan hanya BPIP saja yang harus berperan, tetapi juga menjadi tugas seluruh stakeholders, seluruh masyarakat, ormas, dan lain sebagainya,” jelas Basarah.
Dengan demikian, Pancasila bisa dimanfaatkan secara utuh sebagai satu ideologi yang mampu mempersatukan bangsa Indonesia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.