JAKARTA, KOMPAS.com – Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengatakan, kelompok masyarakat sipil berencana melakukan aksi unjuk rasa pada 14 dan 16 Agustus mendatang di depan Gedung DPR RI.
Aksi itu bertujuan agar DPR dan pemerintah menghentikan pembahasan omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.
Baca juga: Dinilai Langgar Aturan dan Janji, DPR Disomasi Masa Aksi Penolakan RUU Cipta Kerja
“Salah satunya targetnya pada tanggal 14 dan 16, kami akan melakukan aksi lagi, turun ke jalan di depan gedung DPR, untuk memastikan DPR segera tunduk pada aspirasi rakyat yang sedang menghadapi krisis berlapis, krisis ekonomi, krisis pandemi Covid-19,” kata Dewi dalam konferensi pers, Minggu (9/8/2020).
“Justru tuntutan-tuntutan aspirasi itu diabaikan, karena DPR bersama pemerintah justru sibuk mendorong satu regulasi yang akan membahayakan rakyat secara meluas,” tutur dia.
Menurut Dewi, seharusnya DPR dan pemerintah mencari solusi dalam mengatasi krisis yang terjadi dan tidak membahas RUU yang dinilai kontroversial.
Baca juga: Kelanjutan Nasib RUU Cipta Kerja, Mahfud: Pemerintah Sudah Punya Rumusan Baru
Dia menyebut, DPR telah menyalahi tata tertib dengan tetap melaksanakan pembahasan RUU Cipta Kerja pada masa reses.
Sebab, kata Dewi, dalam masa reses seharusnya DPR melakukan kunjungan kerja untuk menyerap aspirasi masyarakat.
“Ini juga menyalahi tata tertib masa sidang ya, kewajiban anggota DPR masa reses adalah untuk melaksanakan kunjungan kerja, menyerap aspirasi konstituennya dan menyampaikan apa yang sudah dilakukan oleh para anggota DPR kepada konsituennya,” ungkap Dewi.
“Bukan membahas satu RUU yang sebenarnya kontroversial, dari sisi substansinya sudah menuai penolakan secara meluas di banyak tempat dan banyak aspirasi dari masyarakat,” tutur dia.
Baca juga: Pembahasan RUU Cipta Kerja Diharapkan Rampung Sebelum 17 Agustus 2020
Lebih lanjut, Dewi mengatakan, DPR sebagai lembaga politik seharusnya menegakkan konstitusi. Sebab, terdapat pasal-pasal yang berpotensi bertentangan dengan UUD 1945 jika disahkan.
Namun, Ia tak merinci pasal mana saja yang dianggap bertentangan dengan konstitusi. Dewi hanya menyebut terkait bidang agraria.
“Misalnya di bidang agraria dan sumber daya alam, setidaknya ada 10 lebih Keputusan Mahkamah Konstitusi yang sudah ditetapkan oleh MK yang itu akan dilanggar oleh DPR apabila RUU Cipta kerja ini ngotot disahkan,” ujar Dewi.
“Apalagi kalau kita konsolidasikan dari semua klaster pembahasan, itu pelanggaran terhadap konstitusinya begitu banyak,” lanjut dia.
Baca juga: Pimpinan dan Baleg DPR Diminta Cek Putusan MK Sebelum Sahkan RUU Cipta Kerja
Sebelumnya, pada 16 Juli 2020 lalu, perwakilan massa aksi penentang RUU Cipta Kerja diterima oleh pimpinan DPR.
Dalam pertemuan tersebut, pimpinan DPR berjanji tidak akan meneruskan pembahasan omnibus law pada masa reses.
Bahkan, salah satu pimpinan DPR menyatakan bahwa anggota DPR harus kembali ke daerah pemilihan untuk menyerap aspirasi masyarakat dan pembahasan omnibus law saat masa reses melanggar Tata Tertib DPR.
Namun, DPR tetap melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.