JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana Kementerian Pertahanan membeli 15 unit pesawat bekas milik Angkatan Udara Austria, Eurofighter Typhoon, menuai kontroversi.
Di satu sisi, rencana pembelian pesawat tersebut dinilai belum memiliki kajian yang komprehensif terkait rencana pengadaan alat utama sistem persenjataan dalam rangka mendukung kebijakan pertahanan Indonesia.
Di sisi lain pesawat tempur yang disebut sebagai salah satu pesaing F-35 dari pabrikan Lockheed Martin, Amerika Serikat itu dianggap memiliki kesamaan dengan Sukhoi-35 buatan Rusia.
Baca juga: Menhan Didesak Batalkan Rencana Membeli Eurofighter Typhoon Bekas
Untuk diketahui, Eurofighter Typhoon dikembangkan secara bersama-sama oleh sejumlah negara Eropa.
Beberapa perusahaan yang terlibat dalam produksinya antara lain British Aerospace EAP, Eurofighter Jagdflugzeug GmbH, Roll Royce, Avio, Airbus, dan MTU Aero Engine.
Dalam perkembangannya, Eurofighter Typhoon telah dikembangkan ke dalam tiga varian, yaitu Tranche 1, Tranche 2 dan Tranche 3A.
Adapun pesawat Typhoon yang hendak dibeli Kemenhan dari Austria merupakan varian Tranche 1.
Dilansir dari laman Eurofighter, pesawat ini diklaim memiliki fleksibilitas dan efisiensi yang layak untuk ditiru.
Baca juga: Menhan Didesak Batalkan Rencana Membeli Eurofighter Typhoon Bekas
Dibekali kemampuan kecepatan hingga Mach 2, pesawat itu dapat mengangkut enam bom, enam rudal, meriam serta pod penargetan. Adapun kecepatan itu diperoleh dari dua mesin jet EJ200 yang dikembangkan empat perusahaan global, yang masing-masing mampu memberikan daya 90 kN.
Pesawat dengan panjang 15,96 meter ini dirancang dengan material komposit yang kuat dan ringan.
Kelebihan lain yang dimiliki pesawat ini yaitu keberadaan sensor yang memberikan pilot kesadaran situasional yang tak tertandingi untuk mengintegrasikan data dan memperbarui ruang pertempuran untuk kecerdasan yang dapat ditindaklnajuti.
Selain itu, pirate infrared sensor yang ada di pesawat ini merupakan salah satu yang pertama di dunia yang digunakan untuk mendukung pertahanan.
Dengan sensor pasifnya, memungkinkan bagi pilot untuk secara simultan mendeteksi dan melacak beberapa target sekaligus bermanuver.
Baca juga: Komisi I Ingatkan Pembelian Pesawat Tempur Harus Sesuai Kebijakan Pertahanan