JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSAKO) Feri Amsari mengusulkan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold tetap 4 persen.
Feri menilai, menaikkan standar ambang batas parlemen menimbulkan tidak terwakilinya keberagaman partai politik di DPR.
"Soal ambang batas parlemen, kalau ditinggikan, betul ada problematika keberagaman tidak diwakili. Maka angka 4 persen menurut saya jadikan saja tradisi politik, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah," kata Feri dalam RDPU dengan Komisi II di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (1/7/2020).
Menurut Feri, dengan standar ambang batas parlemen 4 persen, dapat merangkul keberagaman partai politik di DPR.
Baca juga: Ahli Sarankan Ambang Batas Parlemen Jadi 5 Persen
Selain itu, ia menyarankan, pemilu legislatif menggunakan sistem proporsional terbuka sesuai dengan konsep Pasal 1 ayat 2 UUD 1945.
"Saya lebih pilih proporsional terbuka karena sesuai UU," ujarnya.
Lebih lanjut, Feri mengatakan, terkait presidential threshold sebenarnya dalam UUD 1945 diatur sebesar 0 persen.
Namun, Fery tak mengusulkan berapa idealnya standar ambang batas pencalonan presiden.
Ia mengatakan, partai politik tak perlu khawatir dengan presidential threshold karena tak semua parpol memiliki calon yang mumpuni maju dalam Pilpres 2024.
Baca juga: Ambang Batas Parlemen Dinilai Tak Proporsional dan Penentuannya Tak Transparan
"Kalau ambang batas pencalonan di UUD 45, 0 persen. Saya paham angka 0 persen partai kecil non parlemen akan senang. Tapi partai parlemen tidak perlu khawatir karena beberapa partai kecil belum tentu lolos verifikasi, belum tentu juga mereka bisa mencari calon yang mumpuni," pungkasnya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.