Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ambang Batas Parlemen Dinilai Tak Proporsional dan Penentuannya Tak Transparan

Kompas.com - 26/06/2020, 12:32 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengajukan uji materi ketentuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Perludem menilai, penentuan angka ambang batas parlemen selama ini tak didasarkan pada perhitungan yang terbuka dan proporsional.

Padahal, sebagai negara yang menerapkan sistem pemilu proporsional di pemilu legislatif, sudah sepatutnya asas proporsionalitas terpenuhi dengan baik.

"Dalam praktik selama ini, penentuan angka ambang batas parlemen dalam Undang-undang Pemilu tidak pernah didasarkan pada basis perhitungan yang transparan, terbuka, dan sesuai dengan prinsp pemilu proporsional," kata Peneliti Fadli Ramadhanil melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (25/6/2020).

Baca juga: Wacana Revisi Parliamentary Threshold di Tengah Elektabilitas Parpol yang Merosot

Ambang batas parlemen merupakan syarat minimal perolehan suara yang harus dipenuhi oleh partai politik untuk mendapatkan kursi legislatif.

Setiap pemilu, ambang batas parlemen cenderung meningkat tanpa akuntabilitas metode penentuan yang rasional.

Pada Pemilu 2009 besaran ambang batas parlemen adalah 2,5 persen, kemudian 3,5 persen di Pemilu 2014, dan 4 persen pada Pemilu 2019.

Setiap partai politik yang ingin mendapatkan kursi DPR harus memperoleh suara sah nasional sebesar persentase ambang batas parlemen yang berlaku.

Baca juga: Ini Tiga Opsi Parliamentary Threshold yang Sedang Dibahas di DPR

Sedangkan bagi partai politik yang tidak memenuhi ambang batas tersebut tidak bisa diikutsertakan dalam konversi suara ke kursi legislatif.

Akibatnya, suara yang terkumpul untuk partai politik tersebut terbuang begitu saja (wasted vote).

Oleh karena dinilai tak proporsional, Perludem meminta MK menambahkan frasa tentang rumusan penentuan ambang batas parlemen di Pasal 414 Ayat (1) UU Pemilu.

Perludem meminta agar bunyi pasal tersebut diubah menjadi "Partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara yang ditetapkan berdasarkan rumus

T= 75%/((M+1)*√E) atau T= 75%/((S/E)+1)*√E) atau T= 75%/((S+E)/E*√E), di mana T adalah ambang batas parlemen efektif, M adalah rata-rata besaran daerah pemilihan, S adalah jumlah kursi, dan E adalah jumlah daerah pemilihan, untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR".

Baca juga: Yusril: Jika Parliamentary Threshold Naik Terus, Lama-lama Partai Tunggal

Dikonfirmasi secara terpisah, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menyebut bahwa rumusan penentuan ambang batas parlemen yang menjadi petitum dalam gugatannya merupakan teori ambang batas optimal.

Teori itu dinilai efektif lantaran menurut Ahli Pemilu Rein Tageepara, terdapat tiga variabel utama dalam menghitung angka ambang batas parlemen, yakni rata-rata besaran daerah pemilihan (M), jumlah kursi parlemen (S), dan jumlah daerah pemilihan (E).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com