JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto mengatakan, hasil rapid test tidak masuk dalam sistem pelaporan kasus Covid-19 yang disusun pemerintah.
Rapid test hanya untuk screening awal apakah seseorang terpapar Covid-19 atau tidak.
"Sesuai standar WHO, pemeriksaan spesimen harus menggunakan antigen. Karenanya, pemerintah menggunakan dua metode pengetesan yakni Real Time-PCR dan Tes Cepat Molekuler (TCM)," kata Yuri sebagaimana dikutip dari siaran pers Kemenkes, Jumat (26/6/2020).
"Sedangkan rapid, yang berbasis serologi darah, tidak masuk dalam standar tersebut," ujar Yuri menambahkan.
Baca juga: Rapid Test Massal Polres Cianjur Pecahkan Rekor MURI
Sebanyak 70 persen pasien positif Covid-19 di Indonesia hanya memiliki sedikit keluhan misalnya, sedikit batuk dan demam dengan suhu tubuh cenderung normal.
Oleh karenanya, kata Yuri, banyak dari mereka yang menganggap dirinya baik-baik saja dan memilih dirawat di rumah.
"Mereka mempersepsikan sakit itu dengan rawatan di rumah sakit," tutur Yuri.
Oleh karena itu, untuk memastikan penyakit yang diidapnya maka harus dilakukan tes laboratorium.
Itulah sebabnya diperlukan tes swab, bukan sekadar rapid test.
Baca juga: Cerita Pembuatan RI-GHA, Alat Rapid Test Murah Buatan Anak Bangsa, Hasilnya Diklaim Akurat
Lebih lanjut Yuri menjelaskan pemeriksaan spesimen terhadap satu individu tidak hanya sekali, bahkan ada yang dua hingga tiga kali.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan