Jika ketujuh terdakwa diyakini terbukti terlibat makar, semua orang yang berpartisipasi dalam protes melawan rasisme pada saat itu bisa dikenakan pasal makar.
"Di sinilah kita mengatakan penegakan hukum terhadap mereka sudah diskriminatif sejak awal," ucap Ardi.
Di sisi lain, Ardi memandang ada keraguan dari majelis dengan keputusannya yang lebih rendah dibandingkan tuntutan JPU.
Baca juga: Proses Hukum 7 Tapol Papua Dinilai Bias Rasial dan Tak Penuhi Unsur Keadilan
Namun demikian, keputusan majelis hakim tetap menampakkan adanya bias rasial terhadap tujuh terdakwa tersebut.
"Sekali lagi bias rasial terhadap putusan bersalah ketujuh tahanan politik tersebut terlihat dari putusan hakim yang memang seharusnya membebaskan tapi malah menghukum ringan," kata dia.
Merasa terancam
Ardi menyebut, pemerintah pusat merasa terancam seiring menguatnya gerakan politik anak muda Papua.
Vonis tersebut seolah menjadi upaya pemberian shock therapy kepada anak-anak muda maupun mahasiswa Papua, khususnya mereka yang aktif dalam gerakan menuntut pemenuhan HAM di Papua.
Di sisi lain, Ardi menilai majelis hakim PN Balikpapan mencari jalan tengah dengan memvonis ringan kepada para terdakwa, yakni antara 10 hingga 11 bulan.
Baca juga: 63 Tapol di Indonesia Surati PBB Minta Dibebaskan, Khawatir Covid-19
Vonis tersebut jauh lebih rendah dari tuntuan JPU sebelumnya yang menginginkan para terdakwa dituntut antara 5 hingga 17 tahun penjara.
"Hakim mencari jalan tengah dengan memvonis ringan. Mengingat, besarnya tuntutan pembebasan terhadap ketujuh tedakwa ini baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri," kata dia.
"Sementara kecenderungan pemerintah saat ini adalah menghukum mereka yang berseberangan atau mengganggu program pemerintah," ucap Ardi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.