JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Istana akhirnya buka suara soal ringannya tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap pelaku penyiraman air keras kepada penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Kedua pelaku, yaitu Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, dituntut masing-masing satu tahun penjara oleh JPU pada persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Kamis (11/6/2020) lalu.
Namun, sejumlah pihak justru menyesalkan tanggapan yang dilontarkan Istana.
Tanggapan tersebut disampaikan oleh Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Donny Gahral. Menurut dia, Presiden Joko Widodo tidak bisa mengintervensi proses persidangan yang tengah berjalan.
"Kita serahkan saja kepada prosedur yang ada, Presiden tidak internvensi," kata Donny saat dihubungi, Selasa (16/6/2020).
Demikian halnya bila nantinya vonis hakim dinilai kurang memberikan rasa keadilan oleh sejumlah pihak. Menurut dia, pihak Novel dapat mengajukan banding atas putusan tersebut.
"Sekali lagi kita serahkan pada prosedur yang ada. Apabila dirasa tidak puas, atau terlalu ringan, ya ajukan banding. Jadi saya kira gunakan jalur hukum untuk menyelesaikan masalah itu," ujarnya.
Baca juga: Istana: Jokowi Tak Bisa Intervensi Sidang Penyerangan Novel Baswedan
Meski tak bisa intervensi, upaya yang bisa diberikan presiden, menurut Donny, hanya memberikan dorongan penguatan agar keadilan ditegakkan sehingga dapat memuaskan semua pihak.
Sementara itu, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari menyatakan, selama ini tidak ada satu pun pihak yang meminta Presiden Jokowi untuk mengintervensi kasus Novel.
Presiden, imbuh dia, hanya diharapkan dapat memastikan agar proses hukum dapat berjalan dengan adil. Sebab, Polri dan kejaksaan merupakan dua institusi penegak hukum yang berada di bawah presiden.
"Jadi jangan presiden salah pahami, bahwa Istana bukan tidak boleh ikut campur Istana itu bukan mencampuri untuk mengubah fakta itu baru enggak boleh," kata Feri saat dihubungi Kompas.com.
Ia menambahkan, satu hal yang tidak boleh dicampuri oleh presiden yaitu mengubah fakta. Namun, dengan sikap yang ditunjukkan Istana melalui KSP, menunjukkan bahwa Istana kini tengah lari dari tanggung jawab atas perkara yang menimpa Novel.
Baca juga: Soal Kasus Novel Baswedan, Pusako: Yang Tak Boleh Dicampuri Presiden adalah Mengubah Fakta
Sekali pun, beberapa waktu lalu Presiden pernah menyampaikan agar pelaku penyiraman Novel agar ditindak tegas.
"Saya berpikir Istana sedang mencoba menghindar dari tanggung jawab pentingnya sebagai pusat atau episentrum kekuasaan," kata Feri.
"Kepolisian dan kejaksaan di tingkat ini kan saya lebih spesifik bicara kejaksaan. Nah, ketika dia menuntut rendah, sementara presiden berkata tindak tegas pelaku penyiraman, itu kan sudah sangat kontradiktif," imbuh dia.