Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

APD Langka dan Mahal, Tenaga Kesehatan Gugat Dua UU Ini ke MK

Kompas.com - 17/06/2020, 21:22 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Pemohon gugatan adalah Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) yang diwakili ketua umumnya bernama dr. Mahesa Paranadipa Maykel.

Gugatan mereka berangkat dari langka dan mahalnya alat pelindung diri (APD) selama pandemi Covid-19. Menurut pemohon, hal ini berujung pada terancamnya kesehatan para tenaga medis.

Bahkan, akibat kelangkaan APD dan harganya yang tinggi, sudah banyak tenaga medis meninggal dunia karena tertular corona.

"Fasilitas pelayanan kesehatan yang ingin menyediakan APD secara mandiri harus menghadapi harga APD yang meningkat tajam dan menjadi langka di pasaran," kata Kuasa Hukum pemohon Aisyah Sharifa dalam persidangan yang dipantau dari Youtube Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (17/6/2020).

Baca juga: Ketua Gugus Tugas Covid-19: Jumlah APD Cukup, Bahkan Lebihi Kapasitas

"Hal ini berujung pada banyak tenaga kesehatan yang tertular Covid-19 dalam dua bulan terakhir," lanjut dia.

Selain keberadaannya yang langka dan harganya yang tinggi, APD yang tersedia dinilai belum sesuai standar kesehatan.

Hal itu, menurut pemohon, menjadi salah satu penyebab banyaknya tenaga medis yang tertular virus.

"Ketiadaan pemerintah dalam regulasi penyediaan APD ini membuat banyak tenaga kesehatan bekerja tanpa menggunakan APD yang sesuai standar," ujar Aisyah.

Pada setiap undang-undang yang digugat pemohon menyoal satu pasal.

Pertama, Pasal 9 Ayat (1) UU Penyakit Menular yang menyabut bahwa "Kepada para petugas tertentu yang melaksanakan upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat diberikan penghargaan atas risiko yang ditanggung dalam melaksanakan tugasnya".

Menurut pemohon, seharusnya para tenaga medis yang menangani Covid-19 diberi penghargaan, salah satunya dengan insentif.

Penghargaan lainnya yaitu santunan dari pemerintah pada keluarga tenaga medis dan nonmedis yang gugur saat bertugas menangani pandemi ini.

Baca juga: Larangan Dicabut, Masker dan APD Kini Boleh Diekspor Lagi

Aturan kedua yang digugat ialah Pasal 6 dalam UU Kekarantinaan Kesehatan. Pasal ini berbunyi, "Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap ketersediaan sumber daya yang diperlukan dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan".

Mengingat pentingnya ketersediaan APD, pemohon berpangan bahwa seharusnya APD disebutkan sebagai "sumber daya yang diperlukan" dalam pasal tersebut.

Oleh karenanya, dalam petitumnya, pemohon meminta agar Majelis Hakim MK menyatakan frasa "dapat" dalam Pasal 9 Ayat (1) UU Wabah Penyakit Menular bertentangan dengan UUD 1945.

Pemohon juga meminta supaya Pasal 6 UU Kekarantinaan Kesehatan dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai sebagai ketersediaan APD, insentif bagi tenaga medis dan nonmedis yang menangani pandemi, santunan bagi keluarga tenaga kesehatan yang gugur, dan sumber daya pemeriksaan Covid-19 yang cukup.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com