Situasi yang menegangkan juga terjadi di Brasil, di bawah kepemimpinan Jair Bolsonaro. Pemimpin politik Brasil itu menganggap Covid-19 sebagai flu biasa, bisa dilawan dengan mudah, serta bersikap menolak fakta.
Bolsonaro mengingkari saran dari tim ahli dan saintis yang selama ini meriset perkembangan virus. Ironisnya, Bolsonaro juga menganggap krisis virus corona sebagai akibat dari trik media.
Bahkan, dalam sebuah wawancara di televisi Brasil pada 22 Maret 2020, Bolsonaro juga mengecam Wali Kota Rio de Janiero dan Sao Paulo yang mendorong warga untuk berdiam di rumah, mengisolasi diri, dan menjaga jarak dengan kerumunan.
Virus corona menjadi tantangan besar yang menerobos batas negara. Negara-negara modern dan kaya tertatih-tatih menahan serangan persebaran virus.
Thomas Wright dan Kurt Campbell bahkan menyebut Covid-19 sebagai tantangan terbesar ketiga negara-negara setelah Perang Dingin.
Dampak Covid-19 bagi tatanan kehidupan dan interaksi negara-negara disebut tidak kalah mengerikan dibanding dengan peristiwa 11 September 2001 dan krisis 2008 (the Atlantic, Maret 2020).
Wright dan Campbell beranggapan, di tengah krisis Covid-19 para politisi yang selama ini menggunakan isu populisme sebagai kendaraan politik justru memainkan peran yang lebih merusak dengan aneka manuver.
Tatanan dunia sekarang ini, selepas satu dekade terakhir, lebih cenderung diwarnai bertumbuhnya otoriterisme, nasionalistik, xenophobic, unilateral, anti-kemapanan, dan anti-ekspertise.
Manuver populisme sejumlah pemimpin negara di berbagai belahan dunia menampilkan sikap mereka yang memainkan isu krisis sebagai tunggangan politik.
Mereka saling melempar hoaks dengan tudingan informasi. Batas antara hoaks dan pelintiran menjadi tersamar bahkan tidak jelas. Selain itu, para politisi populis cenderung mengesampingkan pendapat ahli dalam rujukan kebijakan publik mereka.
Di sisi lain, dalam skala yang lebih luas, para pakar dari berbagai bidang keahlian juga tampak hanya dijadikan batu tumpuan untuk legitimasi aspirasi politik dan hasrat kekuasaan.
Para ahli, periset, serta profesor dengan catatan publikasi ilmiah, ditempatkan sebagai stempel untuk memainkan ritme politik. Para ahli dan saintis sekadar dijadikan catatan kaki, ketika kebijakan dikhususkan untuk melanggengkan kekuasaan.
Tantangan besar juga mengadang bangsa Indonesia dari persebaran Covid-19. Pemerintah Indonesia terlihat agak kebingungan menghadapi efek berkelanjutan dari virus corona.
Bahkan, pernyataan publik dari masing-masing pejabat negara saling bertolak belakang.
Di samping itu, keterbukaan informasi dan data tentang Covid-19 masih dipertanyakan. Data dari pemerintah pusat, misalnya, tidak sinkron dengan data yang dipublikasi pemerintah daerah.