Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Munawir Aziz
Sekretaris PCI Nahdlatul Ulama United Kingdom, Penulis Sejumlah Buku

Sekretaris PCI Nahdlatul Ulama United Kingdom, menulis buku Bapak Tionghoa Nusantara: Gus Dur, Politik Minoritas dan Strategi Kebudayaan (Kompas, 2020) dan Melawan Antisemitisme (forthcoming, 2020).

Populisme Politik dan Gelombang Rasialisme di Tengah Pandemi Covid-19

Kompas.com - 08/06/2020, 11:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Situasi yang menegangkan juga terjadi di Brasil, di bawah kepemimpinan Jair Bolsonaro. Pemimpin politik Brasil itu menganggap Covid-19 sebagai flu biasa, bisa dilawan dengan mudah, serta bersikap menolak fakta.

Bolsonaro mengingkari saran dari tim ahli dan saintis yang selama ini meriset perkembangan virus. Ironisnya, Bolsonaro juga menganggap krisis virus corona sebagai akibat dari trik media.

Bahkan, dalam sebuah wawancara di televisi Brasil pada 22 Maret 2020, Bolsonaro juga mengecam Wali Kota Rio de Janiero dan Sao Paulo yang mendorong warga untuk berdiam di rumah, mengisolasi diri, dan menjaga jarak dengan kerumunan.

Arus populisme politik

Virus corona menjadi tantangan besar yang menerobos batas negara. Negara-negara modern dan kaya tertatih-tatih menahan serangan persebaran virus.

Thomas Wright dan Kurt Campbell bahkan menyebut Covid-19 sebagai tantangan terbesar ketiga negara-negara setelah Perang Dingin.

Dampak Covid-19 bagi tatanan kehidupan dan interaksi negara-negara disebut tidak kalah mengerikan dibanding dengan peristiwa 11 September 2001 dan krisis 2008 (the Atlantic, Maret 2020).

Wright dan Campbell beranggapan, di tengah krisis Covid-19 para politisi yang selama ini menggunakan isu populisme sebagai kendaraan politik justru memainkan peran yang lebih merusak dengan aneka manuver.

Tatanan dunia sekarang ini, selepas satu dekade terakhir, lebih cenderung diwarnai bertumbuhnya otoriterisme, nasionalistik, xenophobic, unilateral, anti-kemapanan, dan anti-ekspertise.

Manuver populisme sejumlah pemimpin negara di berbagai belahan dunia menampilkan sikap mereka yang memainkan isu krisis sebagai tunggangan politik.

Mereka saling melempar hoaks dengan tudingan informasi. Batas antara hoaks dan pelintiran menjadi tersamar bahkan tidak jelas. Selain itu, para politisi populis cenderung mengesampingkan pendapat ahli dalam rujukan kebijakan publik mereka.

Di sisi lain, dalam skala yang lebih luas, para pakar dari berbagai bidang keahlian juga tampak hanya dijadikan batu tumpuan untuk legitimasi aspirasi politik dan hasrat kekuasaan.

Para ahli, periset, serta profesor dengan catatan publikasi ilmiah, ditempatkan sebagai stempel untuk memainkan ritme politik. Para ahli dan saintis sekadar dijadikan catatan kaki, ketika kebijakan dikhususkan untuk melanggengkan kekuasaan.

Bagaimana di Indonesia?

Tantangan besar juga mengadang bangsa Indonesia dari persebaran Covid-19. Pemerintah Indonesia terlihat agak kebingungan menghadapi efek berkelanjutan dari virus corona.

Bahkan, pernyataan publik dari masing-masing pejabat negara saling bertolak belakang.

Di samping itu, keterbukaan informasi dan data tentang Covid-19 masih dipertanyakan. Data dari pemerintah pusat, misalnya, tidak sinkron dengan data yang dipublikasi pemerintah daerah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com