JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menegaskan, istilah new normal lebih menitikberatkan perubahan budaya masyarakat untuk berperilaku hidup sehat.
Hal ini disampaikan menanggapi kekhawatiran sejumlah pihak, termasuk tenaga kesehatan, atas rencana penerapan new normal.
"New normal adalah perubahan budaya. (Misalnya) Selalu menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS), memakai masker kalau keluar rumah, mencuci tangan, dan seterusnya," ujar Yuri saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin (18/5/2020).
Baca juga: Kegamangan Tenaga Medis di Tengah Skenario The New Normal Indonesia...
Selain perubahan perilaku masyarakat, lanjut Yuri, new normal nantinya juga mengubah paradigma pelayanan kesehatan.
"Yang mana, kata Yuri, layanan kesehatan akan mengedepankan cara online. Nanti dari konsultasi akan ditentukan kapan ketemu dokter jika diperlukan. Mengedepankan itu bukan mengharuskan, tetapi tergantung kondisi dan situasi," ungkap dia.
Lebih lanjut, Yuri mengungkapkan, meski menggaungkan new normal, Presiden Joko Widodo hingga saat ini tidak menginstruksikan untuk melonggarkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Dia menilai, kekecewaan tenaga kesehatan saat ini disebabkan perilaku masyarakat yang kurang disiplin mematuhi protokol pencegahan penularan virus corona (Covid-19).
Baca juga: Menristek: Kondisi New Normal Harus Ada Pengelompokan Masyarakat
"Yang pasti sampai sekarang Presiden tidak melonggarkan PSBB. Rakyat diminta patuh, tenaga kesehatan kecewa sama perilaku masyarakat yang tidak patuh," tutur Yuri.
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Indonesia belakangan menggaungkan istilah the new normal atau pola hidup normal versi baru yang menuntut warga hidup berdamai dan berdampingan dengan pandemi Covid-19.
Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah mengatakan, dalam new normal, ada indikasi beberapa sektor kegiatan yang tadinya ditutup akan dibuka kembali.
Baca juga: PLN Tengah Matangkan Skenario New Normal
Namun, skenario new normal ini berpotensi menciptakan peningkatan kasus Covid-19 lagi dan berimbas pada tenaga medis, khususnya para perawat.
"Ini yang menjadi perhatian kami. Kami sudah punya prediksi, khawatir ada banyak eskalasi kasus. Jika kasus meningkat, maka kami-kami juga yang menjadi ujung tombak," ujar Harif ketika dihubungi Kompas.com pada Senin.
"Menjadi kegamangan tersendiri (bagi perawat) karena itu tadi, berarti masih lama kami akan bertugas seperti hari ini," lanjut dia.
Sulit dibantah, para perawat bersama dokter dan tenaga medis lain merupakan kalangan yang paling rentan dengan risiko terpapar Covid-19.
Baca juga: Pertamina Siapkan Protokol The New Normal untuk Melindungi Pekerja dan Pelanggan
Mereka bekerja sekitar delapan jam sehari dan selama itu pula tubuh mereka dibungkus alat pelindung diri lengkap.
Mereka berhubungan langsung dengan pasien suspect ataupun positif Covid-19 di tempat paling terpapar.
Hingga saat ini, data PPNI menyebutkan, 20 perawat pasien Covid-19 telah meninggal dunia, 59 perawat positif Covid-19, dan 68 perawat tengah dirawat sebagai pasien suspect ataupun positif Covid-19.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.