Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rancangan Perpres TNI Berantas Terorisme Dianggap Tak Sesuai Mandat UU, DPR Diminta Menolak

Kompas.com - 12/05/2020, 11:51 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua SETARA Institute Hendardi menilai Rancangan Peraturan Presiden (R-Perpres) tentang Tugas TNI menangani Aksi Terorisme sebagai ancaman supremasi hukum kontitusi negara.

Diketahui, draf R-Perpres tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme dikirim Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly ke DPR RI pada 4 Mei 2020.

Pengiriman draf itu bertujuan untuk memperoleh persetujuan DPR.

"Cara penyelundupan hukum yang diadopsi dalam R-Perpres adalah mengancam supremasi konstitusi, mengikis integritas hukum nasional dan mengancam kebebasan sipil warga," tegas Hendardi dalam keterangan tertulis, Senin (11/5/2020).

Baca juga: Draf Perpres Pelibatan TNI Berantas Terorisme Dinilai Banyak Penyimpangan

Hendardi menjelaskan, R-Perpres tersebut seyogyanya sebagai mandat Pasal 43I ayat 1, 2, dan 3 Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Adapun rincian bunyi ketiga ayat tersebut adalah, ayat 1 menyebutkan tugas Tentara Nasional Indonesia dalam mengatasi aksi Terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang.

Kemudian ayat 2, dalam mengatasi aksi Terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Tentara Nasional Indonesia.

Lalu ayat 3 menyatakan, ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan mengatasi aksi Terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.

Baca juga: Pelibatan TNI dalam Pemberantasan Terorisme Dinilai Ancam Warga Sipil

Sebagai sebuah regulasi turunan dari Pasal 43I, kata dia, maka penyusunan R-Prespres tidak boleh melampaui ketentuan yang secara tegas diatur dalam Pasal 43I yang merupakan dasar hukum R-Perpres tersebut.

Menurutnya, yang seharusnya disusun oleh pemerintah dalam menerjemahkan mandat delegasi dari norma tersebut adalah menyusun kriteria dan skala ancaman.

Termasuk jenis-jenis terorisme, teritori tindak pidana terorisme, prosedur-prosedur pelibatan, hingga mekanisme perbantuan terhadap Polri.

"Di luar lingkup di atas, R-Perpres yang disusun adalah baseless alias tidak memiliki dasar hukum," kata dia.

Baca juga: Komnas HAM: Perpres Pelibatan TNI Harus Terbuka dan Partisipatif

Hendardi juga mengatakan R-Perpres tersebut juga berpotensi men-sabotase tugas-tugas yang selama ini dijalankan oleh Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT).

Di mana institusi tersebut merupakan leading sector dalam pencegahan, pemulihan atau deradikalisasi, dan merusak pemberantasan terorisme dalam kerangka sistem peradilan pidana yang selama ini dijalankan oleh Polri.

Selain itu, Hendardi mengatakan, rumusan operasi teritorial yang tertuang dalam P-Perpres tersebut menjadi ancaman baru bagi kebebasan sipil warga.

Rumusan model tersebut hanya menggambarkan kehendak memupuk anggaran dan mengokohkan kembali supremasi militer dalam kehidupan sipil.

"Atas dasar itu, DPR dan Presiden Jokowi harus menolak R-Perpres ini, apalagi dibahas di tengah Pandemi Covid-19, yang nyaris mempersempit ruang komunikasi publik dan komunikasi politik yang sehat," ungkap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com