Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Draf Perpres Pelibatan TNI Berantas Terorisme Dinilai Banyak Penyimpangan

Kompas.com - 09/08/2019, 05:04 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komnas HAM meminta Presiden Joko Widodo tak meneken Perpres soal pelibatan TNI dalam memberantas terorisme.

Hal itu disampaikan Komisioner Komnas HAM Choirul Anam di Kantornya, Menteng, Jakarta, Kamis (8/8/2019).

Anam mengatakan saat ini pemerintah tengah menyusun Perpres mengenai tugas TNI dalam mengatasi terorisme.

Perpres tersebut merupakan amanat Pasal 431 ayat 3 UU No. 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sekaligus pengoperasionalan Perpres No. 42 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi TNI terkait pembentukan Komando Operasi Khusus (Koopssus) TNI.

"Jadi memang kami berharap Presiden Jokowi tidak menandatangani Perpres ini dan mengevaluasi fungsi dan tugas di Koopssus jadi tidak boleh melampaui batas," kata Anam.

Baca juga: Kontras: Perlu Pengawasan Ketat soal Keterlibatan Koopssus TNI Tangani Terorisme

Ia mengaku telah mendapatkan draf Perpres pelibatan TNI tersebut. Setelah membacanya, ia menilai banyak penyimpangan di dalamnya. Karenanya ia berencana menyurati Presiden untuk menolak Perpres tersebut diteken.

Anam mengungkapkan, hal tersebut dapat dilihat pada Pasal 2 draf Perpres tersebut yang menyatakan tugas TNI dalam pemberantasan terorisme dimulai dari penangkalan atau pencegahan, penindakan, hingga pemulihan.

Menurut Anam, semestinya TNI hanya dilibatkan pada penindakan dengan skala ancaman tertentu. Ia menyatakan, negara sudah memiliki organ khusus untuk pencegahan dan pemulihan yakni melalui Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Anam mengatakan, semestinya Perpres yang akan diteken ini hanya memuat skala penanganan dimana TNI dibutuhkan dalam pemberantasan terorisme melalui pasukan khususnya.

Sebab, Polri telah diberi kewenangan menangkap sebelum terorisme terjadi melalui UU yang baru direvisi. Karena itu ia meyakini Polri tak kesulitan dalam upaya pencegahan.

Baca juga: KontraS: Pelibatan Koopssus TNI Tangani Terorisme Perlu Diawasi

Anam menilai polisi lebih membutuhkan bantuan TNI dalam pemberantasan terorisme bila tingkat ancamannya tinggi dan menyerang obyek vital seperti Istana Negara.

"Ini pelibatan itu bertentangan dengan konstitusi. apalagi dalam beberapa pasal misalnya soal melawan radikalisme ikut terlibat TNI, itu enggak boleh. Nanti kan sudah opposite gitu. Kalau penegakan hukum ya polisi," lanjut Anam.

"Kalau ada tiba-tiba ada objek vital yang memang secara UU diatur itu terlibat misalnya istana diserang, memang tugasnya TNI dan Koopssus bisa masuk," lanjut dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com