Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr Saptadi Yuliarto, M.Kes, Sp.A(K)
Tim Satgas Covid-19 RSUD dr. Saiful Anwar Malang

Tim Satgas Covid-19 RSUD dr. Saiful Anwar Malang | Staf Divisi Emergensi dan Rawat Intensif Anak, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FK Universitas Brawijaya Malang

Perjuangan di Era Covid-19, Semangat Kewilayahan demi Kepentingan Nasional

Kompas.com - 05/05/2020, 15:44 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Saptadi Yuliarto*

SEJAK merebak di awal Maret 2020, tiga bulan setelah kasus pertama di Wuhan, China, angka kejadian Corona virus disease (Covid-19) di Indonesia makin meningkat secara eksponensial.

Hingga tulisan ini dibuat (5 Mei 2020), sebanyak 12.071 penduduk Indonesia terkonfirmasi menderita Covid-19. Faktanya, "hanya" sekitar 0,004 persen penduduk yang terjangkit.

Namun, puluhan ribu pasien dalam waktu dua bulan adalah angka kejadian yang fantastis. Ditambah bukti bahwa baru 16,9 persen yang dinyatakan sembuh, menunjukkan wabah ini harus dianggap sangat serius.

Baca juga: Perawat Minta Manajemen Rumah Sakit dan Pemerintah Lebih Terbuka soal Data Pasien Covid-19

Secara medis, banyak hal istimewa pada penyakit ini: penyebaran masif dengan akselerasi tinggi, mekanisme penyakit yang berbeda, tampilan klinis yang variatif, sampai pada ujungnya mengubah pola pelayanan fasilitas kesehatan.

Walaupun tengah diupayakan berbagai modalitas terapi, sampai saat ini pengobatan konvensional pneumonia masih "cukup" untuk menangani sebagian besar pasien.

Upaya promotif dan preventif tampaknya masih menjadi senjata utama dan ampuh untuk mencegah penyebaran penyakit.

Tidak dibutuhkannya pengobatan canggih pada sebagian besar kasus, tidak lantas membuat dunia medis tenang. Kemampuan suatu negara untuk mencukupi layanan kesehatan terhadap pasien Covid-19 yang jumlahnya meningkat sangat pesat dalam waktu yang sangat singkat, akan menjadi tantangan yang besar.

 

Data tahun 2017 menunjukkan rasio tempat tidur rumah sakit terhadap jumlah penduduk Indonesia adalah 1 per 1.000 penduduk; angka ketersediaan yang sangat kecil dibandingkan Jepang 13,1 per 1.000 penduduk, yang merupakan rasio terbesar di dunia.

Baca juga: Tujuh dari 8 Pemudik Satu Rombongan Travel dari Jakarta Positif Covid-19

 

Artinya, dalam satu waktu, tiap 1.000 penduduk Indonesia yang sakit akan berebut 1 tempat tidur.

Rupanya rasio ini pun tidak merata, DKI Jaya memiliki rasio terbesar 2/1.000, diikuti oleh Sulawesi Selatan 1,53/1.000, Jawa Tengah 1,15/1.000, dan Jawa Timur 1,07/1.000.

Bahkan di beberapa provinsi besar, rasio ini di bawah 1/1.000: Riau 0,98/1.000, Kalimantan Tengah 0,91/1.000, Banten 0,87/1.000, dan Jawa Barat 0,85/1.000.

Bisa dibayangkan, bila angka kejadian Covid-19 makin membeludak, sebagian besar penduduk Indonesia yang terjangkit Covid-19 berat, terpaksa dirawat di bawah standar.

Petugas medis mengambil sampel petugas PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) saat tes swab di Stasiun Bogor, Jawa Barat, Senin (27/4/2020). PT KCI bersama Dirjen Perkeretaapian Kemenhub, Dishub dan Labkesda Provinsi Jawa Barat serta Dinkes Kota Bogor melakukan tes swab untuk 350 warga yang terdiri dari petugas PT KCI dan penumpang KRL Commuter Line yang dilakukan secara massal dan random dengan mengumpulkan cairan atau sampel dari bagian belakang hidung dan tenggorokan sebagai salah satu metode untuk mendeteksi dan mencegah penyebaran virus Corona (COVID-19) di moda transportasi KRL Commuter Line. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/hp.ANTARA FOTO/ARIF FIRMANSYAH Petugas medis mengambil sampel petugas PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) saat tes swab di Stasiun Bogor, Jawa Barat, Senin (27/4/2020). PT KCI bersama Dirjen Perkeretaapian Kemenhub, Dishub dan Labkesda Provinsi Jawa Barat serta Dinkes Kota Bogor melakukan tes swab untuk 350 warga yang terdiri dari petugas PT KCI dan penumpang KRL Commuter Line yang dilakukan secara massal dan random dengan mengumpulkan cairan atau sampel dari bagian belakang hidung dan tenggorokan sebagai salah satu metode untuk mendeteksi dan mencegah penyebaran virus Corona (COVID-19) di moda transportasi KRL Commuter Line. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/hp.

Dokter nantinya harus memutuskan berdasarkan prediksi medis, mana yang "layak hidup" dan mana yang "patut direlakan", mirip kondisi dalam medan pertempuran, untuk menentukan prajurit mana yang diangkut dan yang ditinggal. Sebagian besar pasien akan melewati akhir hidupnya secara merana dan sia-sia.

Hal ini diperparah oleh rasio jumlah dokter terhadap penduduk. Rasio 1 per 2.500 yang selama ini optimal pada kondisi normal, akan menjadi sangat kurang pada kondisi wabah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com