JAKARTA, KOMPAS.com - Tim penasihat hukum aktivis Ravio Patra mengaku kesulitan untuk mendampingi kliennya.
Ravio sebelumnya ditangkap anggota Polda Metro Jaya atas dugaan kasus penyebaran berita onar melalui aplikasi WhatsApp, pada Rabu (22/4/2020) malam. Namun, Ravio mengaku akun WhatsApp-nya telah diretas.
“Tim Penasihat Hukum dipersulit memberikan bantuan hukum. Bahwa setelah penangkapan, tim penasihat hukum sulit mendapatkan informasi keberadaan Ravio,” kata Alghiffari Aqsa selaku anggota Koalisi Tolak Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus (KATROK) melalui keterangan tertulis, Jumat (24/4/2020).
Menurutnya, tim penasihat hukum mendatangi Polda Metro Jaya sejak Kamis (23/4/2020) pukul 11.00 WIB. Namun, berbagai kesatuan kepolisian di Polda Metro menyangkal telah mengamankan Ravio.
Baca juga: Polisi Juga Pulangkan WN Belanda yang Ditangkap Bersama Aktivis Ravio Patra
Tim mendapat informasi ketika Polda Metro Jaya mengadakan konferensi pers sekitar pukul 14.00 WIB.
Hal itu bukan menjadi satu-satunya permasalahan dalam penanganan kasus tersebut menurut koalisi.
Catatan lain dari koalisi adalah penangkapan dan penggeledahan yang tidak sesuai prosedur.
Alghiffari menuturkan, polisi tidak menunjukkan surat-surat dan barang-barang yang dinilai tidak berkaitan dengan kasus Ravio turut dibawa.
“Saat dilakukan penangkapan dan penggeledahan, polisi tidak mampu memberikan dan menunjukkan surat penangkapan dan penggeledahan, padahal Ravio sudah meminta salinannya,” ujarnya.
Kemudian, berdasarkan keterangan koalisi, status Ravio berubah-ubah, antara saksi dan tersangka.
Penyidik, kata Alghiffari, mengubah sandi pada akun e-mail Ravio tanpa persetujuannya.
Baca juga: Penangkapan Aktivis Ravio Patra, dari Dugaan Akun Diretas hingga Tanggapan Istana
Menurut Alghiffari, Ravio juga menerima intimidasi secara verbal.
“Adanya intimidasi kekerasan secara verbal baik pada saat penangkapan dan juga di Polda Metro Jaya khususnya sebelum diperiksa oleh Subdit Kamneg (Keamanan Negara),” ujarnya.
Koalisi berpandangan, penangkapan dan dugaan peretasan tersebut terkait dengan kritik yang kerap dilontarkan Ravio melalui media sosial.
Salah satu kritik yang diungkapkan terkait dugaan konflik kepentingan Staf Khusus Presiden Billy Mambrasar dalam proyek-proyek pemerintah di Papua.
Maka dari itu, koalisi mendesak Presiden Joko Widodo untuk menghentikan tindakan represif kepada masyarakat yang kerap mengkritik pemerintah.
“Presiden segera bertindak tegas untuk menghentikan tindakan-tindakan teror dan represif kepada warga negara yang kritis,” ucap Alghiffari.
Koalisi juga meminta polisi menghentikan kasus terhadap Ravio dan menangkap pelaku dugaan peretasan tersebut.
Baca juga: Dipulangkan Polisi, Aktivis Ravio Patra Berstatus Saksi
Diketahui, polisi sebelumnya menangkap Ravio atas kasus dugaan penyebaran berita onar berisi ajakan untuk melakukan penjarahan pada April 2020.
Polisi menangkap Ravio bersama seorang warga negara Belanda berinisial RS di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (22/4/2020) malam.
Kini, keduanya sudah dipulangkan oleh polisi dan berstatus sebagai saksi.
Polisi pun mengaku sudah mengirimkan handphone Ravio kepada laboratorium forensik. Langkah itu dilakukan untuk mendalami dugaan peretasan yang dialami Ravio.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.